Minggu, 31 Januari 2010

Kompas Jateng - APND MOLOR - BUPATI KECEWA


Keuangan Daerah

Penetapan APBD Mundur, Bupati Blora Kecewa


Sabtu, 30 Januari 2010 | 11:41 WIB


BLORA, KOMPAS - Bupati Blora Yudhi Sancoyo kesal lantaran DPRD Kabupaten Blora tidak memenuhi janji menetapkan APBD 2010 pada akhir Januari 2010.

DPRD justru memundurkan agenda penetapan APBD hingga 24 Maret 2010.

"Seharusnya sebagai lembaga wakil rakyat, DPRD mengedepankan kepentingan rakyat. Saya tadi sempat cemas menunggu Anda (anggota DPRD) hadir atau tidak supaya sidang memenuhi kuorum," kata Yudhi.

Yudhi mengatakan hal tersebut dalam Sidang Penetapan Penggunaan Anggaran 1/12 APBD 2010 di Pendopo DPRD Kabupaten Blora, Jumat (29/1). Rapat yang dipimpin Ketua DPRD Kabupaten Blora Maulana Kusnanto itu dihadiri Tim Anggaran Pemerintah Daerah Blora.

Menurut Yudhi, sesuai aturan seharusnya DPRD menetapkan APBD 2010 pada akhir Desember 2009. Kalau ditetapkan pada 24 Maret, Gubernur dan Menteri Keuangan bakal menegur pemerintah kabupaten seperti tahun-tahun sebelumnya.

Agar pemerintahan dan pelayanan publik tetap berjalan, Pemkab Blora mengajukan penggunaan 1/12 dana APBD senilai Rp 83,7 miliar.

Dana itu antara lain digunakan untuk biaya operasional 47 satuan kerja perangkat daerah Rp 2,4 miliar, belanja pegawai Rp 67 miliar, dan tunjangan guru honorer dan calon pegawai negeri sipil sebesar Rp 14,3 miliar.

Sejak 10 tahun terakhir, DPRD Kabupaten Blora selalu terlambat menetapkan APBD.

Misal, pada tahun 2008, DPRD menetapkan APBD pada akhir April, sedang pada 2009 pada awal Mei. Hal itu berdampak pada penundaan Dana Alokasi Umum dan keterlambatan pembayaran tenaga honorer.

Ketua DPRD Kabupaten Blora Maulana Kusnanto mengemukakan, jadwal penetapan APBD 2010, 24 Maret, merupakan batas maksimal. Kalau DPRD dan pemerintah mampu melembur pembahasan itu, DPRD dapat menetapkan APBD 2010 lebih maju. (hen)


Blok Cepu

Investor Mundur, Citra Blora Buruk


BLORA, KOMPAS - Komisi B DPRD Kabupaten Blora meminta Pemerintah Kabupaten Blora menjaga iklim investasi di Blora. Pemerintah tidak boleh membiarkan PT Anugrah Bangun Sarana Jaya mundur sebagai investor Blok Cepu. Kalau perusahaan itu hengkang, citra Blora di bidang investasi buruk.

Anggota Komisi B DPRD Kabupaten Blora, Seno Margo Utomo, Jumat (29/1), di Blora, mengatakan, PT Anugrah Bangun Sarana Jaya (ABSJ) merupakan investor besar. Perusahaan itu berani menanam modal untuk Blok Cepu sebesar Rp 1,3 triliun.

Kalau PT ABSJ mundur, Blora bakal kelimpungan mencari sumber dana pengganti dan citra Blora di mata investor lain buruk. Untuk itu, Pemkab Blora perlu segera berdialog dengan PT ABSJ terkait permintaan pembelian saham PT Blora Patragas Hulu (BPH) sebesar 49 persen.

"Setelah mempelajari dan mengkaji persoalan itu, Komisi B akan mempertemukan PT ABSJ, Pemkab Blora, dan PT BPH," kata Seno.

Pernyataan itu terkait permintaan PT ABSJ kepada Pemkab Blora agar bisa memiliki saham PT BPH sebesar 49 persen. Hal itu bertentangan dengan Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pembentukan dan Pendirian PT BPH yang mengatur saham PT BPH sebesar 85 persen milik pemerintah dan 15 persen milik masyarakat. Kalau permintaan saham 49 persen itu tidak terpenuhi, PT ABSJ bakal hengkang. Namun kalau terpenuhi, masyarakat kehilangan saham.

Bupati Blora Yudhi Sancoyo mengatakan, pemkab tidak akan mengambil langkah tergesa-gesa dan gegabah. Bersama DPRD dan PT BPH, pemerintah akan mengkaji permintaan PT ABSJ supaya dalam pengambilan keputusan tidak ada pihak yang dirugikan.

"Pemerintah juga berupaya duduk satu meja dengan PT ABSJ merembuk persoalan tersebut. Pasalnya, kalau melepas PT ABSJ begitu saja, Blora yang pendapatan asli daerahnya rata-rata Rp 50 miliar per tahun, tidak akan mampu membayar sendiri biaya investasi Blok Cepu yang mencapai Rp 1,3 triliun," kata dia.

Secara terpisah, Ketua DPRD Kabupaten Blora Maulana Kusnanto mengemukakan, DPRD akan mengkaji persoalan itu secara akademis. Pengkajian akan melibatkan lembaga swadaya masyarakat yang kompeten di bidang migas dan akademisi dari Universitas Sebelas Maret, Solo. (hen)



Radar Bojonegoro - TUNTUTAN INVESTOR PI BLOK CEPU


[ Sabtu, 30 Januari 2010 ]
PT ABSJ Minta 49 Persen Saham PI

BLORA - PT Anugrah Bangun Sarana Jaya (ABSJ) tak mau rugi dalam kerja sama pendanaan untuk dana PI bersama Pemkab Blora. PT ini meminta pembagian (divestasi) saham 49 persen yang dimiliki pemkab dalam PI tersebut. J

ika pembagian tidak sebesar itu, maka PT ABSJ mengancam bakal mundur dari kerja sama yang sudah dilakukan.

''PT ABSJ berkirim surat ke bupati. Dan surat itu oleh bupati kemudian diteruskan ke DPRD,'' ujar Seno Margo Utomo, anggota komisi B DPRD Blora kemarin (29/1).

Dia mengatakan, sesuai surat yang dibuat bupati kepada DPRD, PT ABSJ mengaku resah dengan perkembangan produksi minyak di lapangan Blok Cepu. Sebab, proyek itu mundur dari jadwal sebelumnya. Sebelumnya diprediksi maksimal 2007 sudah terjadi produksi hingga di atas 20 ribu barel per hari. Namun, produksi itu molor. Hingga 26 Januari lalu, produksi minyak baru berada di kisaran 20 ribu barel per hari.

''Akibatnya dana yang harus diinvestasikan juga melonjak tajam. Untuk PI Blora yang semula hanya sekitar Rp 500 miliar, menjadi Rp 1,3 triliun. Dan dana itu harus disediakan PT ABSJ,'' jelas Seno.

Anggota DPRD, lanjut dia, berencana melakukan kajian mendalam terkait masalah itu. Seno mengaku sudah melakukan rapat bersama PT Blora Patragas Hulu (BPH), perusahaan milik pemkab yang menangani PI. ''Kami akan kaji dulu,'' katanya.

Sementara Direktur Utama PT BPH Christian Prasetya saat dikonfirmasi membenarkan bahwa PT ABSJ meminta saham 49 persen. Sementara sisanya milik pemkab setempat. Sebelumnya, kata dia, PT ABSJ meminta saham itu ke PT BPH. Namun pihaknya menjelaskan bahwa kepemilikan saham ada di pemkab. Selanjutnya, PT ABSJ mengirim surat ke bupati Blora untuk meminta saham itu.
''Suratnya tertanggal 14 Desember 2009,'' ujarnya sambil menunjukkan kopian surat dari PT ABSJ kepada bupati.

Surat itulah yang menurut Chris digunakan dasar bupati mengirim surat ke DPRD. Menurut dia, saham tersebut akan digunakan jaminan PT ABSJ yang ingin mengajukan dana usaha ke bank.

Sebab, PT ABSJ menyatakan tidak mampu menyediakan dana Rp 1,3 triliun yang harus dikeluarkan untuk PI. ''Memang sulit, karena tidak ada jaminan. Kami (PT BPH) sendiri sudah pernah menawarkan ke sejumlah bank pemerintah, juga diminta jaminan,'' imbuhnya.

Chris menuturkas, keputusan terkait persentase saham itu tergantung pada DPRD dan bupati setempat. ''Intinya pendanaan sepenuhnya harus tetap ditanggung PT ABSJ. Soal saham mungkin bisa dibicarakan lagi,'' tuturnya.

Dikonfirmasi terpisah, Bupati Blora Yudhi Sancoyo menyatakan belum memberikan jawaban atas permintaan PT ABSJ itu. Dia mengaku masih melakukan kajian dan akan membicarakan dengan DPRD.

Yudhi hanya memastikan tidak akan menggunakan dana APBD untuk membiayai PI. ''PAD kita kecil, jadi tidak akan kita keluarkan untuk itu. Namun, akan kita carikan solusi. Saat ini masih kita kaji,'' katanya. (ono)


Sabtu, 30 Januari 2010

tabloid Pertama di Blora - FOKUS - DIPASTIKAN APBD MOLOR


Fokus

Penetapan APBD 2010 pada Januari Sulit Terealisasi
BLORA. SR- Janji Dewan yang selama ini elalu digembar-gemborkan yakni Pnetapan APBD Blora 2010 pada bulan Januari sepertinya tida akan terealisasi. Pasanya lima fraksi di DPRD Blora menyatakan RAPBD sampai berita ini ditulis (21/1) belum juga dibahas.

Kelima fraksi yakni Fraksi Partai Demokrat (FPD), Fraksi Gerakan Pembaharuaan Nurani Rakyat (Gapura), Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPFIP), Fraksi Peduli Kesejahteraan Masyarakat (FPKM) dan Fraksi Persatuan Pembangunan Nasional (FPPN) mendesak RAPBD segera dibahas.

Oleh sebab itu fraksi-fraksi tersebut meminta tim anggaran pemerintah daerah (TAPD) segera membahas sehingga target penetapan APBD lebih cepat bisa tercapai. ''Kami siap melakukan MoU KUA PPAS agar segera dibahas,'' kata Joko Mugiyanto ketua Fraksi DEmokrat minggu lalu.

Dia meminta saat ini para pejabat, terutama yang masuk dalam TAPD untuk tidak terpengaruh dengan situasi politik yang berkembang di Blora. Seperti diketahui situasi politik memang sedang hangat-hangatnya di Blora. Sebab, dua partai besar yakni Golkar dan PDIP. ''Jangan, terpengaruh Musda Golkar dan sebagainya. Kita fokus pada anggaran, Jangan hanya mnyalahkan DPRD saja karena APBD molor,'' tandasnya.

Menurut dia, mestinya bupati juga ikut mendorong anak buahnya yang masuk ke TAPD untuk segera membahas anggarannya. Sampai saat ini MoU kebijakan umum anggaran (KUA) dan plafon prioritas anggaran sementara (PPAS) juga belum dilakukan. Sehingga, pihak DPRD juga belum bisa membahas. Bupati, kata dia, mestinya bisa membagi waktu dan bersikap kapan menjadi bupati dan kapan menjadi ketua partai.

''Kalau saat ini yang penting APBD dulu. Itukan yang selama ini disampaikan. Tapi, kenyataannya eksekutif sendiri yang tidak disiplin,'' katanya.

Dia berharap jika KUA PPAS sudah ditetapkan, TAPD segera mengirimkan RAPBD sehingga komisi-komisi di DPRD dan Badan Anggaran (Banggar) bisa segera membahas.

Dia juga menambahkan dengan kondisi seperti ini, otomatis tidak mungkin APBD 2010 bisa disahkan Januari ini. ''Apanya yang mau disahkan, pembahasan saja belum selesai,'' tambahnya.

Ditempat terpisah Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Komang Gede Irawadi saat dikonfirmasi menyatakan siap membahas secepatnya. Dia mengatakan, tidak masalah memenuhi desakan fraksi tersebut.Komang yang juga anggota TPAD mengatakan, pihaknya berusaha konsisten. Dia juga menolak kalau pihaknya terpengaruh dengan musda Partai Golkar.

''Kami bekerja secara profesional, tidak kaitanya persoalan intern partai tertentu ,'' katanya. (Roes)



Fokus Samping

Saratri Wilonoyudho - dosen Universitas Negeri Semarang (UNNES)
Kegagalan Sistem Perencanaan dalam Mengakomodasi Transaksi Politik SEMARANG,SR- APBD terlambat bukanlah hal baru. Hampir di setiap tahun, banyak Pemerintah Daerah yang mengalami keterlambatan dalam penetapan APBD. Bahkan, karena seringnya terlambat, fenomena tersebut tidak membuat kita terkejut lagi, “udah biasa” kata Saratri Wilonoyudho dosen Universitas Negeri Semarang (UNNES) ketia di temui SR Kamis (21/1) dikampusnya.

Pertanyaannya … apa sebenarnya yang menyebabkan terlambat?

Kita tidak bisa melihat masalah keterlambatan APBD tersebut disebabkan oleh masalah-masalah teknis belaka ataupun ketiadaan kemauan politis semata-mata. Terdapat masalah-masalah yang harus ditangani secara lebih komprehensif. Secara sistem dan kelembagaan, keterlambatan APBD seyogyanya kita lihat dalam beberapa perspektif, mulai dari proses perencanaan, struktur politik, hubungan eksekutif-legislatif, dan bahkan kondisi kemasyarakatan yang unik di tiap-tiap daerah.

Secara mekanistik, tahapan perencanaan dan penganggaran di Pemerintah Pemkab meliputi proses yang panjang mulai dari Musyawarah Pembangunan di tingkat desa dari bulan Januari, penetapan Rencana Kerja Tahunan pada bulan Mei, penyusunan usulan anggaran di bulan Agustus, sampai dengan penetapan APBD sendiri di bulan Desember.

”Proses yang panjang tersebut dapat dibagi menjadi dua, yaitu tahap perencanaan dan tahap penganggaran,” jelas Saratri.

Pada tahapan perencanaan, tujuannya adalah menghasilkan dokumen Rencana Kerja Pemerintah daerah (RKPD) yang berisi daftar kegiatan yang secara logis dapat dilakukan oleh pemerintah di tahun depan, sedangkan jumlah pendanaan yang dibutuhkan oleh kegiatan-kegiatan tersebut baru akan diputuskan pada tahap penganggaran yang dimulai pada bulan Juli dan berakhir dengan penetapan APBD di bulan Desember.

Dari tahapan-tahapan tersebut, dapat diidentifikasi beberapa faktor yang menjadi penyebab keterlambatan APBD; Pertama, Kegagalan sistem perencanaan dalam mengakomodasi transaksi politik. Proses musyawarah pembangunan, baik di tingkat desa, kecamatan maupun kabupaten/kota seharusnya diikuti oleh berbagai unsur masyarakat.

”Namun, proses tersebut umumnya hanya sekedar menjadi ritual formal belaka karena sebagian besar kita belum tertarik unuk membahas rencana kegiatan yang logis, tetapi lebih tertarik membahas besaran uang pada saat pembahasan anggaran,” Ujar Dosen Unnes Semarang ini.

Akibatnya, perencanaan kegiatan yang seharusnya telah menjadi kesepakatan pada bulan Mei justru tidak mendapatkan perhatian serius karena adanya anggapan “toh belum membahas uangnya“. Akhirnya rencana kegiatan dibahas ulang pada tahap penganggaran dan menjadi obyek transaksi yang mengalami tarik ulur dan kadangkala berlarut-larut sehingga menyebabkan keterlambatan APBD.

Kedua, Kegagalan pemerintah dalam meletakkan kerangka peraturan perundangan yang komprehensif dan secara sinegis mendorong proses perencanaan dan penganggaran yang terpadu dan efisien. Beberapa peraturan perundangan, baik berupa Peraturan Pemerintah maupun Peraturan Menteri cenderung tidak saling melengkapi (untuk tidak mengatakan saling bertabrakan) dan kadangkala membingungkan.

Akibatnya, Pemerintah Daerah dalam proses penyusunan APBD lebih banyak membuang waktu dalam kebingungan pada hal-hal yang sebenarnya tidak terlalu substansi. Hal-hal tersebut diperparah oleh kapasitas SDM di Pemerintah Daerah yang secara umum mengalami kesulitan dalam menerjemahkan substansi-substansi yang dikehendaki pemerintah pada level teknis.

”Ketiga, Tidak adanya insentif dan disinsentif yang efektif terkait ketepatan waktu penyusunan APBD. Akibatnya, selama ini keterlambatan APBD dianggap sebagai hal biasa yang jamak terjadi,” jelasnya.

Beberapa terobosan dalam reformasi kelembagaan perlu dilakukan untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut. Pertama, perlu dilakukan inovasi-inovasi dalam proses perencanaan partisipatif sedemikian rupa sehingga aspirasi-aspirasi politik diyakini benar-benar terserap dalam dokumen perencanaan.

Dengan demikian, pembahasan rancangan APBD dapat lebih fokus pada besaran dana yang seharusnya dialokasikan dan tidak lagi terlalu terbebani dengan transaksi-transaksi politik. Itupun dengan asumsi bahwa Tim Anggaran baik di pihak eksekutif maupun legislatif mempunyai komitmen untuk menjaga kesinambungan antara dokumen perencanaan dengan proses anggaran.

Perlu dikembangkan strategi yang jitu baik berupa dialog ataupun sosialisasi mengenai perencanaan dan penganggaran berbasis kinerja. Tujuan utama dilakukannya langkah ini adalah untuk mengubah paradigma tradisional yang berfokus pada penganggaran uang menjadi paradigma yang berbasis kinerja yang menitikberatkan pada perencanaan kegiatan yang menjawab akar permasalahan di masyarakat.

Yang utama adalah memberikan insentif dan disinsentif yang efektif secara institusional. Secara makro, kebijakan Menteri Keuangan yang akan memotong Dana Alokasi Umum (DAU) untuk keterlambatan APBD sudah merupakan langkah yang tepat namun secara mikro tetap diperlukan beberapa terobosan lain, misalnya dengan melarang dicairkannya belanja pimpinan/anggota DPRD dan Kepala Daerah yang di banyak daerah dianggap sebagai kelompok belanja wajib, sehingga meskipun APBD belum disahkan belanja-belanja tersebut tetap bisa dicairkan.(Roes)




Tejo Prabowo (LSM Jati Bumi)
APBD Terlambat Pilbup Terganggu

BLORA, SR- Kekhawatiran keterlambatan penetapan APBD akhirnya terjadi juga, ketika beberapa anggota DPRD Blora memastikan dan menyatakan belum ada pembahasan untuk pengesahan RAPBD Blora tahun 2010.

Menurut Tejo Prabowo ketua LSM Jati Bumi, keterlambatan pengesahan anggaran merupakan hal klasik dan yang sangat “klise” di kabupaten Blora.

Dia juga berujar hal ini bisa saja terjadi, karena ketidaksiapan pemerintah daerah dan buruknya sistem administrasi perencanaan anggaran. Bahkan, pengesahan APBD tidak terlambat pun, tetap saja dalam pencairannya akan dibuat terlambat.

“Tak heran, kalau bicara pencairan dana sering ngadat,” katanya kepada SR Selasa (26.1).
Tejo juga menyatakan, jika hal pembahasan APBD ini tidak segera dituntaskan, bisa jadi muncul tafsiran negatif di masyarakat bahwa ada usaha terselubung untuk sengaja mengacaukan tahapan pilkada.

“Jangan sampai masyarakat menaruh rasa curiga dengan Pilkada,” ujarnya.
Sebab, dengan telatnya pencarian dana pilkada, maka akan berimbas pada pelaksanaan Pilkada itu sendiri, mana mungkin para petugas mau menombok atau menalangi duluan dananya.

Lanjut Tejo, dengan demikian, tahapan pilkada, termasuk pemutakhiran data tidak maksimal dan ini dapat dijadikan senjata untuk melakukan gugatan terhadap hasil pilkada. “Semua ini berkaitan,” tegasnya.

Tambah Tejo, semakin lambat anggaran cair, maka semakin amburadul pelaksanaan pilkada. Dan keamburadulan ini akan berujung pada sengketa hasil pilkada. “Jadi, alasan anggaran, alasan yang klise,” tandasnya.(Roes)

Jumat, 29 Januari 2010

Radar Bojonegoro - 4 PEJABAT DPU DIPANGGIL KAJARI & KADER PDIP BLORA TETAP BERTAHAN DI JAKARTA



[ Jum'at, 29 Januari 2010 ]
Empat Pejabat DPU Diklarifikasi

BLORA - Janji Kejaksaan Negeri (Kejari) Blora untuk memanggil empat pejabat di Dinas Pekerjaan Umum (DPU) setempat dibuktikan.

Kemarin, empat pejabat di dinas tersebut didatangkan untuk diklarifikasi mengenai persoalan proyek-proyek yang kualitasnya rendah. Empat pejabat yang masing-masing memegang jabatan kepala seksi itu berinisial JM, MY, SP, dan SH. ''Kami belum pada pimpinannya, namun memanggil mereka yang namanya masuk dalam dokumen proyek,'' ujar Kasi Pidsus Fitroh Rohcahyanto, kemarin.

Keempat orang ini kemarin nampak diklarifikasi di ruangan kerja Kasi Pidsus. Mereka sudah menandatangani dokumen proyek. Di antaranya, menyebutkan bahwa proyek itu sudah selesai. ''Kami tanyakan, dari sisi mana mereka bisa menilai proyek itu selesai dengan kondisi yang sesuai. Padahal, kenyataan kualitasnya rendah,'' kata dia.

Kejari, kata Fitroh, akan menangani persoalan itu secara umum. Bukan fokus pada tidak adanya pengawas di DPU. Sebab, banyak sekali proyek fisik yang kualitasnya rendah yang ditemukan saat turun lapangan. Hasil temuan itu, kata dia, akan dicocokkan dengan penjelasan dari empat orang tersebut. Dia mengatakan, di DPU ada pengawasan internal yang mengawasi pelaksanaan proyek. Fitroh ingin tahu sejauh mana pengawasan itu dilaksanakan. ''Apakah petugas pengawasnya benar-benar turun ke lapangan atau tidak, kami ingin tahu,'' ujarnya.

Kasi Pidsus belum mengatakan apakah ada indikasi penyimpangan atau tidak dalam proyek-proyek yang kualitasnya rendah tersebut. Untuk mengetahui itu, lanjut dia, perlu memelajari perencanaanya bagaimana serta perjanjian dan lainnya. Termasuk nanti akan mendatangkan ahli untuk menguji kualitas proyeknya. Sebab, yang dilihat saat ini baru yang terlihat saja. Misalnya, bangunan yang sudah retak dan rusak atau aspal jalan yang sudah mengelupas. ''Nanti kita uji material bangunannya di laboratorium sehingga diketahui kandungannya,'' tutur mantan Kasi Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) Kejari Banyumas itu.

Langkah kejaksaan itu mendapat dukungan dari DPRD Blora. Seno Margo Utomo, salah satu pengusul hak angket kasus penunjukan pengawas proyek di DPU mengaku akan mendukung dan mengawasi langkah kejari. Dia menyebut, kebijakan yang diambil kepala DPU dalam penunjukan pengawas proyek salah. Akibatnya, dana pengawasan tidak bisa dicairkan, yang mengakibatkan tidak ada pengawasan proyek. ''Ya, salah satu imbasnya kualitas proyek remuk. Karena itu Kepala DPU memang harus bertanggungjawab,'' katanya. (ono)




[ Jum'at, 29 Januari 2010 ]
Kader PDIP Bertahan di Jakarta

BLORA - Sebanyak 90 kader PDIP Blora yang terdiri dari pengurus 11 PAC, lima pengurus DPC, dan simpatisan masih bertahan di Jakarta.

Mereka tidak tinggal di penginapan, namun mendirikan tenda di kantor DPP PDIP. Para kader banteng moncong putih itu menyatakan tidak akan pulang sebelum tuntutan mereka terpenuhi. ''Kami tidur dan makan di tenda yang kami dirikan. Ini bentuk keprihatinan kami atas apa yang terjadi di PDIP Blora,'' ujar Bambang, salah satu koordinator pengurus PAC, melalui ponselnya kemarin.

Tuntutan yang mereka bawa adalah DPP PDIP mengawal pelaksanaan pleno PAC untuk memilih ketua DPC, DPD, dan DPP PDIP yang dilakukan di Blora. Sebab, mereka sudah tidak percaya lagi dengan pengurus DPD yang mempunyai kewenangan menggelar pleno tersebut. Sebab, pleno yang difasilitasi DPD PDIP Jateng itu dinilai menciderai demokrasi dan tidak prosedural. ''Kami juga meminta agar pleno diulang. Tuntutan ini tidak berubah,'' tegasnya.

Demokrasi, kata dia, mengajarkan budaya menghargai pendapat orang lain. Namun, yang terjadi di PDIP Blora sebaliknya. Yang tidak sependapat ditinggal dan melaksanakan pleno dengan diam-diam. Hanya, pengurus PAC yang mendukung salah satu calon saja yang diajak. Sedangkan saat pengurus PAC menyuarakan aspirasinya dan menyegel kantor DPC PDIP, menurut Bambang, ada pihak yang tidak suka. ''Kami diserang malam-malam saat kami bertahan di kantor DPC. Bagaimana hal ini bisa terjadi di alam demokrasi seperti ini,'' katanya.

Karena itu, para kader PDIP itu akan bertahan untuk memerjuangkan yang menurut mereka sebuah kebenaran untuk melaksanakan pemilihan pimpinan yang prosedural dan terbuka. (ono)




[ Jum'at, 29 Januari 2010 ]
Investasi PI Blok Cepu Membengkak

BLORA - Investasi yang harus dikeluarkan Pemkab Blora melalui PT Blora Patragas Hulu (BPH) sebagai perusahaan daerah yang menangani dana PI Blok Cepu membengkak.

Pembengkakannya hampir tiga kali lipat. Karena itu, investor yang digandeng PT BPH, yakni PT Anugerah Bangun Sarana Jaya (ABSJ) harus merogoh kocek lebih banyak lagi. Dari semula Rp 500 miliar, kini duit yang harus disiapkan PT ABSJ membengkak jadi Rp 1,3 triliun.

Hal itu terungkap dalam rapat dengar pendapat yang dilakukan Komisi B DPRD Blora dengan PT BPH. Dirut BPH Christian Prasetya menerangkan secara detail persoalan yang dihadapi PT BPH dan Pemkab Blora secara umum dalam persoalan tersebut. ''Akibat molornya produksi, biaya yang harus ditanggung memang membengkak. Imbasnya juga ke kami sebagai daerah penyerta modal,'' ujar Christian.

Dia juga menerangkan segala kemungkinan yang bisa terjadi jika persoalan pendanaan itu berlarut. Sementara, pendapatan yang diterima dari penyertaan modal dalam PI masih sangat kecil. Selama pengelolaan ladang minyak di Blok Cepu sejak 2006 silam, baru pada September lalu sumur minyak tersebut produksi. Dari produksi itu, kata dia, Blora sudah menerima pendapatan Rp 5,4 miliar. Sedangkan Pemprov Jateng menerima sekitar Rp 2,7 miliar. Hanya, menurut Chris, jumlah itu adalah pendapatan kotor. Sebab, masing-masing perusahaan daerah yang menjadi peserta PI harus menyetorkan dana lagi untuk cost recovery atau pengembalian modal yang sudah dikeluarkan ExxonMobil selaku operator Blok Cepu. ''Untuk Blora saja harus setor Rp 4,3 miliar. Selain itu, dipotong pajak dan lainnya. Jadi, pendapatan kita selama ini tak lebih dari Rp 500 juta,'' ungkapnya.

Hal itu sangat tidak sebanding dengan dana yang sudah dikeluarkan. Menurut Christian, Sejak 2006 hingga kini, PT BPH melalui PT ABSJ yang menjadi partner sudah mengeluarkan sekitar Rp 150 miliar. Di sisi lain, dia juga 'menggugat' Pemkab Blora sebagai pemilik saham PI yang belum menyetorkan modal awal kepada PT BPH. Sebab, dalam aturannya pemkab harus menyetor dana Rp 2 miliar ke PT BPH. ''Namun, kenyatannya sampai saat ini baru Rp 500 juta yang sudah disetor. Kami sudah berkali-kali menagih, tapi memang pemkab tidak punya banyak uang,'' tandasnya.

Ketua Komisi B, Subroto mengatakan, pihaknya memanggil PT BPH untuk mendapat penjelasan secara rinci mengenai perkembangan PI Blok Cepu. ''Karena yang di luar sana tahu, masak kita yang punya lahan minyaknya malah tidak tahu,'' katanya. (ono)

Kamis, 28 Januari 2010

Tabloid Asli Blora - ADU KUAT POPULARITAS PARA CABUP


Popularitas Para Cabup Berimbang

BLORA, SR- Setelah 40 hari pooling Cabup Blora 2010 Senin (25/1), yang digulirkan website SR Blora, nampak persaingan cukup berimbang. Website SR yang berbentuk Blog yakni http://srblora.blogspot.com, setiap harinya tak kurang 50 orang yang mebuka situs tabloid asli Blora ini.
 
4 cabup teratas dari 9 cabup yang dimunculkan pada pooling ini, memiliki jumlah pemilih yang berbeda sedikit. Keempat para cabup menurut versi SR yakni Yudhi Sancoyo memperoleh 56 pemilih (33%), Sutikno (PGN) 47 (28%), Joko Nugroho/Koko 27 (16%) dan Abu Nafi 24 ( 14%) dari jumlah responden sebanyak 169 pemakai internet.

 
 
Sedang calon lainnya seperti Sunarto, HM Warsit dll memperoleh dukungan 9 orang (5%) dan Responden yang tidak memilih sebanyak 6 orang (4%).
 
Masa berakhirnya pooling akan ditutup secara otomatis saat minggu tenang jelang pilbup, atau tepatnya 31 Mei 2010 yang akan datang. (Roes)


Laporan langsung Roes saat di Jakarta

Kemendiknas akan Meminimalisasi Kecurangan UN 

JAKARTA, SR- Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) dan Kementerian Agama (Kemenag) akan fokus mempersiapkan pelaksanaan Ujian Nasional (UN) 2010 dengan cara meminimalisasi terjadinya kecurangan.
 
”Sekarang energi yang ada diarahkan untuk menyiapkan UN sebaik mungkin. Perbedaan pandangan dengan Mahkamah Agung (MA) sudah diselesaikan dalam pertemuan. Saya tidak perlu mengangkat keabsahan,” kata Mendiknas 

Muhammad Nuh didampingi Menteri Agama Suryadharma Ali usai Rakor Sinergitas Pendidikan Nasional dan Pendidikan Agama di Jakarta, dalam keterangan Persnya Jum’at (22/1).
 
Mendiknas mengatakan, Kemendiknas dan Kemenag berupaya agar pelaksanaan UN bisa diselenggarakan sebaik mungkin di bawah koordinasi Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) sebagai lembaga independen pelaksana UN.
 
Dia menjelaskan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah menyetujui, baik terkait anggaran maupun pelaksanaan pada Maret 2010.
 
Persiapan dan sosialisasi sudah dilakukan ke daerah-daerah kepada kepala dinas dan kepala sekolah tingkat kabupaten dan kota, termasuk meminta guru untuk tetap memberikan pengayaan kepada siswa yang akan menghadapi ujian serta menanamkan sikap jujur dalam mengerjakan soal.
 
”Kita sudah sampaikan kepada pemerintah daerah untuk siap, termasuk mengenai tender pencetakan soal UN dan pendanaannya. Karena akan digunakan setelah Maret, jadi tidak perlu tergesa-gesa, selain itu pembayaran dilakukan setelah ada pemenang tender dan juga membayar tanda jadi dulu,” katanya.
 
Tentang permintaan Panitia Kerja DPR agar Kemendiknas memfokuskan diri pada pengawasan UN dan menjamin tidak ada kebocoran, Nuh mengatakan persoalannya bukan pada jamin-menjamin.
 
”Persoalannya adalah ikhtiar apa yang bisa menjamin tiadanya kecurangan dan seterusnya. Tidak bisa menjamin 100 persen tidak ada kecurangan. Tetapi jangan diartikan tidak ada jaminan yang kita lakukan untuk mencegah sekecil mungkin adanya penyimpangan kecurangan,” katanya.
 
Dia menambahkan, soal pengawasan UN juga menjadi tanggung jawab bersama masyarakat, termasuk mahasiswa, Komisi X DPR, wartawan, dan polisi.
 
Semua berhak ikut mengawasi, dalam arti tidak harus menunggu di depan kelas tetapi memantau jika terjadi kecurangan.
 
Sementara itu, Menteri Agama Suryadharma Ali mengatakan, esensi pelaksanaan UN adalah untuk digunakan sebagai pemetaan dan selanjutnya hasil dari evaluasi tersebut akan dilakukan intervensi kebijakan.
 
Dia menambahkan, persoalan UN yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir karena terlalu ada kekhawatiran sehingga orang tua dan peserta didik menjadi stres.
 
”Stres itu biasa, tetapi tidak berarti pelaksanaan UN batal. Karena itu, UN harus dihadapi dengan belajar dan berlatih dan orang tua pun harus mendisiplinkan anak,” katanya.
 
Tentang sinergitas yang dilaksanakan dengan Kementerian Pendidikan Nasional, Menteri Agama mengatakan, Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional memberikan tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan nasional pada Kemendiknas sementara Kemenag bertanggung jawab pada pendidikan agama dan keagamaan.(Roes)


Suara Merdeka Cyber - Wawasan

28 Januari 2010 | 08:49 wib | Daerah

Pemkab Blora Galakkan 'Sadar Zakat'

Blora, CyberNews. Potensi zakat di Kabupaten Blora sangat besar. Untuk itu, pemerintah kabupaten bertekad menggalakkan sadar zakat, yang dimulai dari lingkungan PNS di jajaran Pemkab.

"Di Blora ada sekitar 12.000 pegawai. Kalau mereka semua sadar kewajibannya bahwa sebagian rizki yang diterimanya ada hak orang lain berupa kewajiban membayar zakat dan shoadaqah, maka hasil yang akan didapatkan bisa mencapai 11 miliar setahun," ujar Sekda Bambang Sulistya.

Bambang pun, saat ini, dibantu dengan berbagai kalangan menggalakkan Badan Amil Zakat Daerah (Bazda) yang beberapa waktu vakum.

"Bazda ini saya harapkan bisa kerja maksimal dalam menyosialisasikan masalah zakat," tambahnya.

Bambang menjelaskan, hasil uang zakat yang dihimpun Bazda itu, nantinya akan dipergunakan untuk berbagai kegiatan sosial seperti memberi beasiswa anak sekolah dan berbagai kegiatan sosial lain. Saat ini, Sekda dan Bazda juga sedang menggagas pembuatan baliho yang akan dipasang di beberapa titik kota untuk sosialisasi pentingnya zakat.

"Kalau semua masyarakat sadar kewajibannya akan zakat, maka akan bisa mengurangi kemiskinan di Blora ini," tegas Bambang.

( Rosidi / CN16 )

-------

-------

Thursday, 28 January 2010

Puskesmas pembantu dibiarkan mangkrak

BLORA - Nampaknya bagi masyarakat yang tinggal di sekitar hutan, pelayanan kesehatan yang disediakan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Blora masih belum optimal. Bahkan ada sarana puskesmas pembantu, namun hanya bangunan saja. Itu pun sudah lama mangkrak dan tidak digunakan.

Bangunan puskesmas pembantu itu berada di Dusun Banyuasin, Desa Semanggi, Kecamatan Jepon, Blora. Kondisinya kini sungguh memprihatinkan.Di sekitar bangunan telah ditumbuhi semak-semak, serta tembok sudah banyak yang mengelupas dan eternit juga banyak yang jebol. ”Sudah hampir 10 tahun lebih mas, puskesmas ini tidak digunakan. Entah alasan apa kurang tahu,” ujar Jarwo (50), warga setempat kepada Wawasan, kemarin.

Menurut dia, saat masih berfungsi warga Banyuasin kalau berobat selalu di puskesmas tersebut.Setelah tidak beroperasi terpaksa mereka harus berobat di Kamolan atau di Desa Ngliron yang memang dekat dengan Banyuasin.Dusun Banyuasin memang persis berada di tengah hutan, meski masuk Kecamatan Jepon namun akses terdekat dengan Kecamatan Randublatung, sehingga masyarakat lebih memilih di sana. ”Harapannya kalau ada puskesmas yang dekat tentu akan lebih mudah jika harus berobat,” ujarnya.

Pinggir jalan
Sebenarnya, lokasi puskesmas pembantu tidaklah sulit.Meskipun berada di tengah hutan, karena persis berada di pinggir jalan raya Blora-Randublatung dan di sekitarnya juga banyak rumah penduduk. Akses jalan pun juga sudah sangat baik.

Bupati Blora RM Yudhi Sancoyo mengakui bahwa khusus masyarakat yang tinggal di sekitar hutan memang persoalan kesehatan menjadi kendala. Namun demikian pemkab tetap berupaya agar mereka bisa terlayani dengan baik di bidang kesehatan.

”Adanya bidan-bidan desa diharapkan bisa mengatasi persoalan kesehatan bagi masyarakat, karena bidan desa itu berada di tengah-tengah mereka yang siap dibutuhkan kapan pun,” kata Yudhi Sancoyo. K.9-ip

-------

Bagi Hasil PI Blora Rp 5,18 M

Perjuangkan Dana Bagi Hasil

Kamis, 28 Januari 2010 | 14:13 WIB

BLORA, KOMPAS - Operator Blok Cepu, Mobil Cepu Limited, telah mentransfer bagi hasil keikutsertaan modal atau participating interest (PI) kepada PT Blora Patragas Hulu sebesar 558.000 dollar AS atau setara dengan Rp 5,18 miliar. Dana PI itu merupakan hasil produksi minyak pada September-November 2009 dengan kapasitas rata-rata minyak 7.500 barrel per hari.

Direktur PT Blora Patragas Hulu (BPH) Christian Prasetya, Rabu (27/1), di Blora, mengatakan, nilai itu merupakan jumlah total dari cost recovery (biaya investasi) dan gross revenue (pendapatan kotor). Besaran biaya pengembalian investasi itu 424.000 dollar AS (Rp 3,94 miliar), sedangkan pendapatan kotor 134.000 dollar AS (Rp 1,24 miliar).

Karena dalam PI, PT BPH menggandeng PT Anugerah Bangkit Sarana Jaya (ABSJ) yang membiayai investasi sepenuhnya, biaya investasi kembali ke PT ABSJ. Selain itu, PT ABSJ mendapat pembagian pendapatan kotor sebesar 66,20 persen setelah pendapatan kotor itu dipotong pajak sebesar 44 persen.

"Dari pendapatan kotor kena pajak, PT ABSJ memperoleh 49.700 dollar AS (Rp 462,21 juta), sedangkan PT BPH 25.340 dollar AS (Rp 235,662 juta). Itu baru hitungan internal PT BPH. Kami sedang menunggu notifikasi atau penghitungan resmi dari Mobil Cepu Limited," kata Christian.

Menurut Christian, pendapatan itu kecil lantaran produksi minyak baru dari satu sumur Blok Cepu, Lapangan Banyuurip, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. Padahal, Blok Cepu masih mempunyai empat sumur lapangan minyak dan dua lapangan gas sehingga memungkinkan pendapatan itu bertambah.

"Bisnis minyak dan gas bumi yang merupakan investasi jangka panjang membutuhkan modal besar, teknologi tinggi, dan risiko besar. Bisa jadi proses seismik dan produksi tidak sesuai harapan sehingga memengaruhi jadwal dan kapasitas produksi. Untuk itu, saya berharap masyarakat bersabar menanti hasil itu," kata dia. Dana bagi hasil

Peneliti senior Lembaga Penelitian dan Aplikasi Wacana (LPAW) Blora Kunarto Marzuki meminta, pemerintah dan PT BPH mendesak peninjauan ulang Pasal 14 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004. Dalam Undang-Undang tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah itu tercantum materi bagi hasil migas.

"Selama ini Blora tidak mendapat dana bagi hasil (DBH) karena mulut sumur berada di Bojonegoro. Ada baiknya jika Pemkab Blora dan Pemprov Jateng mengajukan mendapat DBH sebesar 1 persen dari dana perimbangan pemerintah pusat," kata Kunarto. (HEN)


Rabu, 27 Januari 2010

Radar Bojonegoro -11 PAC PDIP GERUDUK DPP



[ Rabu, 27 Januari 2010 ]

11 PAC Berangkat ke Jakarta

Adukan Pelaksanaan Pleno

BLORA - Upaya 11 dari 16 PAC PDIP Blora yang menuntut pelaksanaan rapat pleno ulang terus dilakukan. Setelah demo dan menyegel kantor DPC PDIP dilakukan, Senin (25/1) malam lalu, 92 orang yang terdiri dari pengurus 11 PAC, lima pengurus DPC dan simpatisan berangkat ke Jakarta.



Dengan menumpang dua bus besar, mereka ingin bertemu dengan Megawati Soekarno Putri, ketua umum DPP PDIP. "Kami akan bertahan di sana (Jakarta) sampai tuntutan kami dipenuhi," ujar Bambang, salah satu koordinator pengurus PAC sebelum berangkat.



Bambang yang juga sekretaris PAC PDIP Japah itu menyatakan, tuntutan yang diusung tetap sama, yakni pelaksanaan rapat pleno PAC untuk memilih ketua DPC, ketua DPD, dan ketua umum DPP PDIP yang sudah dilaksanakan diulang. Sedangkan yang belum melaksanakan pleno segera ditentukan jadwalnya.



Menurut dia, dari 16 PAC yang belum melaksanakan pleno, hanya lima PAC, sedangkan dari 11 PAC yang sudah menggelar pleno, sembilan PAC di antaranya sudah mendukung Colbert Mangara Tua untuk menjadi ketua DPC PDIP lima tahun ke depan. "Padahal, pleno itu tidak prosedural," tambahnya.



Bambang menegaskan, PAC dan DPC PDIP Blora sudah cukup bersabar menunggu jawaban dari DPD PDIP Jateng atas tuntutan itu. Sampai mereka berangkat ke Jakarta, DPD tetap belum memberikan jawaban. Sehingga, para kader partai itu nekat berangkat ke Jakarta. Dengan bertemu langsung para pemgurus DPP, diharapkan ada titik temu mengenai persoalan tersebut. "Kami ingin partai tidak dipermainkan seperti ini.''



Sekretaris DPC PDIP Blora Joko Supratno membenarkan keberangkatan 11 pengurus PAC itu. Bahkan, dia bersama empat pengurus DPC lainnya, yakni wakil ketua DPC Bagong Suwarsono, Martono, Budi Haryanto, dan Supangat ikut mendampingi pengurus PAC itu. Mereka bertekad menuntut pelaksanaan pleno ulang. "Bahkan, kalau memang memungkinkan, kami ingin pleno digelar di Jakarta," tandasnya.



Menurut politisi asal Tunjungan itu, telah terjadi degradasi moral oleh pengurus DPD. Sebab, tuntutan DPC dan PAC PDIP di Blora sama sekali tidak digubris. Bahkan, DPD memfasilitasi pelaksanaan pleno yang menurutnya tidak prosedural. Jika itu dibiarkan, PDIP akan semakin terpuruk. "Kalau tidak bisa ketemu Bu Mega, minimal kita ketemu dengan pengurus lain. Atau koordinator untuk wilayah Jawa,'' tambahnya.



Sementara itu, Colbert Mangara Tua, calon ketua DPC PDIP Blora yang mendapat dukungan terbanyak menyatakan yang dilakukan 11 PAC itu sah-sah saja. Menurut dia, di alam demokrasi memang sah menyuarakan kehendak. Namun, dia menyatakan pleno yang dilakukan 11 PAC juga sah. "Demi berjalannya demokrasi, itu hal biasa," ungkap anggota komisi C DPRD Blora ini.

Dari Tuban, DPC PDIP Tuban memastikan mendukung Sirmadji untuk menjadi ketua DPD PDIP Jatim. Demikian hasil Konfercab PDIP Tuban pada 24 Januari lalu. Selain ketua DPD, konfercab juga memutuskan untuk mendukung kembali Megawati Soekarno Putri sebagai ketua umum DPP PDIP.

Ketua DPC PDIP Tuban Karjo mengungkapkan, dari 20 PAC di Tuban, 15 di antaranya mendukung Sirmadji.
Sisanya, tiga dibagi antara lain, Karjo satu PAC; Ali Mudji, satu; dan Suprapto, satu. "Sedangkan dua PAC lainnya, Merakurak dan Tuban, tidak memilih," tegas Karjo, di gedung DPRD kemarin.

Karjo mengaku tidak tahu alasan dua PAC yang tidak memberikan pilihan. Yang pasti, calon yang suaranya terbanyak akan diusung dalam Konferda PDIP Jatim. Konferda bakal digelar awal Februari di Surabaya.

Sementara untuk kandidat ketua umum DPP PDIP, Megawati meraih 19 suara dari 20 PAC. Satu suara lainnya, yakni PAC Semanding, memilih Puan Maharani. Hasil ini akan dibawa dalam kongres PDIP awal April mendatang.
(ono/zak)




[ Rabu, 27 Januari 2010 ]

KPUK Blora Persiapkan Pilkada di Tengah Keterbatasan

Gunakan Setiap Kesempatan untuk Sosialisasi

Pemilihan umum kepala daerah (pikkada) Blora digelar 3 Juni nanti. Persiapan mestinya sudah dilaksanakan sejak sekarang. Namun, karena keterbatasan dana, persiapan tak bisa dilakukan secara maksimal, karena tahun ini dana belum cair.

SRI WIYONO, Blora

---

KPUK mengusulkan anggaran Rp 14 miliar untuk menggelar pilkada. Anggaran tersebut termasuk kemungkinan kalau pilkada sampai dua putaran. Hanya, untuk pelaksanaan kegiatan tahun ini, KPUK belum sepeserpun menerima anggaran. Sementara anggaran tahun lalu sudah habis. "Terus terang kita agak kesulitan untuk melakukan persiapan," kata Sugiyono, Sekretaris KPUK Blora.



Salah satu kegiatan yang penting adalah sosialisasi. Pengalaman sudah membuktikan, untuk pelaksanaan pemilu legislatif dan pemilu presiden lalu, tingkat kehadiran tak lebih dari 70 persen dari jumlah pemilih. Itupun karena sebelumnya KPUK gencar melakukan sosialisasi. Sedangkan tahun ini anggaran untuk sosialisasi belum ada. Sehingga, sebisa mungkin setiap anggota KPUK atau petugas sekretariat menggunakan setiap kesempatan untuk sosialiasi. "Sebisa mungkin kita lakukan," tutur Siti Ruhayatin, ketua divisi sosialisasi KPUK Blora.



Sosialisasi yang dilakukan KPUK saat ini belum bisa maksimal. Sebab, sosialisasinya masih sebatas membagikan brosur dan memasang spanduk. Spanduk dan brosur itupun dari anggaran tahun lalu. Padahal, dibutuhkan sosialisasi intensif untuk menyukseskan pilkada yang tinggal beberapa bulan lagi. "Sementara itu yang bisa kita lakukan, karena memang dananya belum ada," tambah Atin, panggilan Siti Ruhayatin.



Selain dengan media brosur dan spanduk, KPUK membutuhkan sosialisasi lebih konkret yakni bertatap muka dengan warga. Misalnya, menggelar pertemuan dan sebagainya. Selain itu, untuk pemilih pemula, seperti para siswa dan lainnya, biasanya KPUK gelar sosialisasi dengan cara keliling. Namun, semua itu sekarang belum dilakukan. "Sudah kita jadwalkan. Namun bukan berarti kita hanya diam. Semua kesempatan kita gunakan untuk sosialisasi," tambahnya.



Sejauh ini, lanjut Atin, divisi sosialisasi juga sudah getol sosialisasi dengan biaya murah meriah. Misalnya membagikan brosur ke pedagang pasar, abang becak, dan lainnya. Selain itu, juga menggandeng lembaga-lembaga kemasyarakatan. Tujuannya, pertemuan itu melibatkan banyak orang. "Memang cukup berat, namun kendala dana tidak boleh menjadikan sosialisasi mandek,'' tandasnya.



Atin menjelaskan, para calon pemilih memang harus diberi sosialiasi yang jelas mengenai sistem pemberian suara dalam pilkada. Sebab, ada perubahan mendasar, dari mencentang atau mencontreng kembali ke mencoblos. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi divisi sosialisasi untuk menyukseskan pilkada.



Saat ini, KPUK juga mempunyai tugas cukup berat. Kedekatan pilkada dengan kondisi psikologis masyarakat, membuat KPUK menjadi sorotan. Penyelenggara pilkada diharap bisa menjalankan tugas sebaik mungkin. Untuk saat ini yang menjadi sorotan adalah daftar pemilih sementara (DPS). Sebab, pengumuman DPS yang dilakukan di desa-desa mendapat sorotan karena tidak akurat. Masih banyak kesalahan misalnya ada nama yang sudah meninggal namun masih dicantumkan dan lain sebagainya.



Atin mengatakan, secara teknis memang KPUK bisa meminta stelsel aktif, yakni warga diminta mendatangi tempat-tempat DPS diumumkan, dan mengecek apakah namanya sudah tercantum atau belum. Jika belum, warga melapor ke petugas pendataan dengan harapan namanya dicantumkan. Sebab, DPS masih bisa diperbaiki. "Namun, ternyata itu tidak cukup. Kami harus terjun langsung ke desa-desa untuk memantau," ujarnya.



Dia sadar masyarakat belum mempunyai kepedulian tinggi soal ini. Sehingga, berharap warga berbondong-bondong datang untuk melaporkan jika data di DPS itu salah satu kurang, sangat mustahil. Karena itu, KPUK berupaya keras bisa menarik minat warga, setidaknya dalam pilkada nanti tingkat kehadiran warga tinggi. (*)

Tabloid Asli Blora - YUDHI AKLAMASI DAN DANA MUSDA





Politik hukum

Yudhi Terpilih Secara Aklamasi

Sutikno Bantah Terlibat Pendanaan Musda


BLORA,SR- Musda Partai Golkar Blora yang berlangsung Minggu (17/5) secara Aklamasi telah memilih Yudhi Sancoyo sebagai ketua DPD PG periode 2009-2015. Hal ini karena Haryono SD yang sebelumnya mencalonkan diri, kali ini bersikap diam untuk memantau dengan alasan demi keutuhan partainya.



Namun demikian bila kita kembali seminggu sebelumnya, aksi dukung-mendukung mewarnai perebutan ketua partai berlambang pohon beringin kabupaten Blora.



Saat itu dua kubu yang bersaing yakni kubu Yudhi Sancoyo dan kubu Haryono saling mengklaim di dukungan PK (Pengurus Kecamatan) PG, sehingga suasana nampak memanas.



Akibat suasana panas inilah dinilai beberapa orang kalangan partai Golkar Blora, akan berdampak kurang baik untuk partainya. Untuk itulah ketua Panitia Musda Indarjo menghentikan musda untuk ditunda pelaksanaanya.



Penundaan inilah yang memunculkan wacana berbagai macam, terutama keterlibatan orang lain yang mendanai Haryono untuk maju bersaing dengan incumbent Yudhi Sancoyo.



Beberapa nama muncul dalam wacana itu diantaranya Sutikno (PGN) yang diduga kuat penyandang dana kubu Haryono.



Tuduhan inilah yang membuat Sutikno yang juga mantan dirut PGN ini agak kecewa terhadap wacana yang berkembang di Blora ini.



Menurut cah Blora yang sukses di Jakarta ini, apa yang dikatakan dan ditiupkan, dirinya terlibat pendanaan dalam musda Golkar adalah tidak benar.



“Tidak benar kalau saya ngasih uang politik ke PK untuk mendukung seseorang,” kata Sutikno.



Dirinya menganggap siapapun orang Blora yang datang di kantornya ataupun di rumahnya adalah sehabat. Sehingga siapapun yang datang kepadanya di Jakarta, dia mengaku diberi sangu.



“Semua teman-teman Blora yang ke Jakarta dan ketemu pasti saya sangoni tidak pandang bulu dari yang miskin sampai yang kaya, dari rakyat jelata sampai bupati. Itu kebiasaan saya karena prinsip saya rejeki harus dibagi-bagi,” tegas Sutikno.(Roes)

Kompas Jateng - PROYEK DPU BERMASALAH




DPU:

Proyek

Tanpa Pengawas

Rabu, 27 Januari 2010 | 13:12 WIB

BLORA, KOMPAS - Kejaksaan Negeri Blora memeriksa tiga dari 157 proyek Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Blora tahun anggaran 2009 yang dilaksanakan tanpa konsultan pengawas. Terkait dengan kasus ini, kejaksaan akan memanggil dan meminta klarifikasi dari kontraktor dan pejabat terkait yang mengawasi proyek-proyek tersebut.


"Kami tidak akan berfokus pada ada atau tidaknya konsultan pengawas, tetapi pada kesesuaian proyek dengan bestek atau rencana dasarnya," kata Kepala Kejaksaan Negeri Blora Syaiful Tahir melalui Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus Fitroh Rohcahyanto di Blora, Selasa (26/1).


Menurut Fitroh, kejaksaan belum akan memublikasikan ketiga proyek DPU Kabupaten Blora yang bermasalah itu. Pasalnya, kejaksaan masih mengumpulkan data, bukti-bukti, dan klarifikasi sejumlah pihak.


"Jika sudah cukup data dan bukti, kami baru akan menentukan tersangkanya dan memublikasikan kasus itu secara detail," kata dia.


Pengusutan kasus ini dilakukan Kejaksaan Negeri Blora menyusul informasi dari berbagai elemen masyarakat. Proyek tanpa konsultan pengawas dinilai berpotensi terjadi kecurangan.


Juru bicara Koalisi Masyarakat Peduli Antikorupsi (Kompak) Blora, Singgih Hartono, mengatakan, pihaknya mendukung sepenuhnya tindakan Kejaksaan Negeri Blora. Mereka juga mendukung sejumlah anggota DPRD Kabupaten Blora yang mengusung hak angket penunjukan konsultan pengawas proyek DPU.


LSM Kompak juga telah memantau delapan proyek di Kecamatan Randublatung, Blora, dan Kedungtuban. Proyek jalan empat buah, jembatan dua buah, dan pengairan dua buah. Semua proyek itu terindikasi bermasalah.

Kompak, lanjut Singgih, bakal melaporkan temuan-temuan mereka. (hen)




Pemilihan Bupati

Kepala Desa Jeruk Terancam Diberhentikan

Rabu, 27 Januari 2010 | 13:10 WIB

BLORA, KOMPAS - Kepala Desa Jeruk, Kecamatan Bogorejo, Kabupaten Blora, Budi Wiyanto, terancam diberhentikan dari jabatannya karena terbukti menjabat sebagai pengurus partai politik. Temuan tersebut diperoleh Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) Kabupaten Blora setelah mengklarifikasi yang bersangkutan.


Budi dinilai melanggar Pasal 43 huruf (a) Peraturan Daerah Nomor 6/2006 tentang Tata Cara Pemilihan, Pelantikan, dan Pemberhentian Kepala Desa. Ia terancam diberhentikan dari jabatannya sebagai kepala desa.


Ketua Panwaslu Kabupaten Blora Wahono, Selasa (26/1) di Blora, mengatakan, selain sebagai kepala desa, Budi menjabat sebagai Sekretaris PAC PDI-P Kecamatan Bogorejo sejak 2007.


Menurut Wahono, Perda No 6/2006 menyatakan, kepala desa dilarang menjadi pengurus partai politik. Kalau terbukti terlibat, Pasal 46 Ayat 2 huruf (j) Peraturan Daerah itu mengatur kepala desa yang bersangkutan harus diberhentikan.


"Kami sudah memperingatkan Budi pada pemilu legislatif dan presiden, tetapi peringatan tersebut diabaikan. Untuk itu, kami akan melaporkan hasil klarifikasi itu kepada Bupati Blora agar segera mengambil langkah-langkah yang diperlukan," kata Wahono.


Panwaslu Blora khawatir apabila menjelang pemilihan nanti kepala desa yang menjabat pula sebagai pengurus partai politik memanfaatkan jabatannya. Dia bisa saja memengaruhi warga agar memilih salah satu pasangan tertentu.


Budi Wiyanto mengaku tidak mengetahui ada peraturan yang melarang kepala desa merangkap sebagai pengurus parpol. Ia membantah masih terlibat dalam kepengurusan partai.


"Saya sudah mengajukan surat permohonan mengundurkan diri kepada pengurus anak cabang karena ingin fokus menjadi kepala desa. Saya kira mereka telah memproses suratnya," kata dia. (HEN)