Selasa, 19 Mei 2009

Harian Jateng


LINTAS MURIA

19 Mei 2009
Belum Jelas, Nasib APBD Blora

BLORA - Hingga kemarin masih belum jelas bagaimana nasib APBD Blora. Apakah sudah ada persetujuan dari Gubernur atau belum. Namun kemarin beredar informasi bahwa APBD Blora tinggal menunggu persetujuan dari Mendagri.

Kepala Dinas Pendapatan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Blora I Gede Komang Irawadi SE MSi ketika dihubungi kemarin menyatakan belum tahu tentang perkembangan terakhir APBD. ‘’Sampai saat ini kami belum tahu. Nanti kalau memang sudah ada hasil pasti akan ada disposisi dari Pak Bupati,’’ jelasnya.

Sebagaimana diketahui, nasib RAPBD Blora yang sudah disahkan pada 25 April lalu dan disetujui bersama pada tanggal 8 Mei, menyusul evaluasi dari Gubernur, masih belum jelas.

Informasi terakhir, Bupati Blora dikabarkan belum membubuhkan tanda tangan dan berencana mengonsultasikannya dengan Gubernur, terutama menyangkut pos anggaran proyek pembangunan sarana ekonomi (P2SE) pedesaan Rp 38 miliar. Bupati Drs RM Yudhi Sancoyo MM mengusulkan kepada Gubernur agar proyek itu dialokasikan tidak hanya untuk 200 desa, tetapi merata untuk 271 desa yang ada di Blora.

Sementara itu, Ketua DPRD Blora HM Warsit ketika ditemui mengatakan, dia dan rekan-rekan anggota DPRD saat ini sudah tidak tahu, apakah Bupati mau tanda tangan atau tidak. ‘’Kami dan rekan-rekan Dewan sudah tidak mempermasalahkan bagaimana APBD. 

Yang jelas, Dewan telah membahas bersama tim anggaran eksekutif dan sudah menyetujuinya. Masalah Bupati mau tanda tangan atau tidak, tidak ada masalah,’’ jelasnya, kemarin (18/5).

Ketika ditanya sepertinya Bupati menghendaki dana P2SE diratakan untuk 271 desa, Warsit justru mempertanyakan rancangan perda (ranperda) yang diserahkan eksekutif pada 8 April lalu yang intinya dana P2SE yang diajukan eksekutif hanya 200 desa. ‘’Itu dalam ranperda yang diajukan hanya 200 desa, kami sudah menyetujui. Sekarang malah menghendaki diratakan di 271 desa,’’ jelasnya. (ud-71)


PSK Masuk Daftar Pemilih

BLORA - Pemutakhiran data pemilih dalam pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres) dilakukan pula pada warga yang kerap pindah dari satu tempat ke daerah lain, seperti pekerja seks komersial (PSK). 

Sebab sebagai warga negara, PSK juga mempunyai hak pilih. Hanya, mobilitas mereka yang tinggi menjadikan mereka harus melengkapi persyaratan menjadi pemilih. 

Budi Suprayitno, anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Cepu, mengemukakan, di wilayahnya terdapat lokasi yang kerap dijadikan tempat praktik PSK, yaitu Nglebok. Budi menyebutkan, jumlah PSK di Nglebok mencapai puluhan. Namun, jumlah itu kerap berubah-ubah. 

Ketua KPU Blora Moesafa mengutarakan, persyaratan tertentu menjadi pemilih harus dipenuhi warga yang kerap berpindah tempat tinggal. Antara lain tidak terdaftar di tempat asal atau bersedia mencabut namanya jika telah terdaftar di tempat asal. 

Bila pada saat pemilu, mereka berada di lokasi lain di luar tempatnya terdaftar dan tetap ingin berpartisipasi dalam pemilu, maka warga itu harus memiliki formulir A-7. (H18-36)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar