Senin, 18 Mei 2009


Tak Peduli PP 25/2004, APBD Blora Ditetapkan

BLORA, SR - Setelah terjadi polemik terkait sah tidaknya APBD Blora tahun 2009, yang dibahas atau ditetapkan Ketua DPRD Blora HM Warsit yang saat ini dalam status terpidana, akhirnya Jum’at (8/5) ditetapkan juga.
Melalui sidang paripurna RAPBD ditetapkan menjadi perda. Evaluasi dari gubernur yang tidak membolehkan defisit Rp 24,5 miliar, ditindaklanjuti dengan memangkas sejumlah pos anggaran hingga akhirnya defisitnya menjadi nol.
Memang sidang paripurna itu sendiri Bupati Blora Yudhi Sancoyo tidak hadir. Bupati mengirim surat ke DPRD, isinya tidak bisa hadir karena dipanggil Gubenur Jateng secara mendadak.
 Menurut Amin Farid, direktur BCC, saat dimintai keterangan tentang APBD Blora ini, dirinya enggan mengatakan sah tidaknya kewenangan Warsit. Apakah masih bisa memimpin sidang, bila dikaitkan UU, PP atau SK Gubenur, dia enggan berkomentar karena bukan ahli hukum.
 Namun dirinya hanya mengungkapkan urutan kekuatan produk hukum di Indonesia yang dia dapat di bangku sekolah. “Sepengetahuan saya waktu sekolah dulu, urutan perundangan tertinggi adalah UUD 45, UU, PP, Kepres, Permen dan SK paling bawah,” katanya.
Dia juga menjelaskan kalau UU di atasnya melarang maka perundangan di bawahnya harus mengikutinya. Kalau pun itu dilanggar adalah kewenangan institusi hukum yakni MK untuk memutuskanya.
Di tempat terpisah, Direktur LSM Wong Cilik Ateng Sutarno justru menekankan secara yuridis kewenangan warsit hilang setelah divonis PN bersalah walau banding.  
 “Dasar yang digunakan jelas UU 32/2004 tentang Pemda dan PP No 25/ 2004 tentang Tatib DPRD. Namun yang lebih jelas ya pada PP 25 /2004 tentang Pedoman dan Penyusunan Tatib DPRD pasal 45 ayat 2,” jelasnya.
Menurut mantan Guru SMPN 5 Blora ini, intinya bahwa bila pimpinan dewan dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana serendah-rendahnya 5 tahun berdasarkan putusan pengadilan yang belum tetap, pimpinan DPRD tidak boleh memimpin rapat dan menjadi juru bicara DPRD.
Dengan kata lain bahwa jabatan Warsit tetap sebagai Ketua DPRD Blora, namun bila memimpin rapat ataupun sidang tidak diperbolehkan menurut hukum. 
Sementara Ketua DPRD Blora HM Warsit tiap ada kesempatan, mengatakan selama SK Gubenur tentang pengangkatan dirinya sebagai ketua DPRD belum dicabut maka dia tetap sah memimpin sidang.
Menurut Ketua DPRD Blora, kewenangan seseorang terhadap jabatannya tetap melekat, selama SK jabatan seseorang belum dicabut oleh penjabat yang mengeluarkannya.
Ketika ditemui usai sidang paripurna tersebut, tampak wajahnya yang ceria. ’’Lega, APBD sudah kami tetapkan. Sesuai saran guberrnur, defisit akhirnya bisa nol,’’ kata HM Warsit.
Saat ditanya bagaimana cara menutup anggaran yang difisit, sehingga ditolak gubenur agar dievaluasi kembali. Warsit menjelaskan, untuk menutup defisit diambilkan dari silpa yang ada yakni sejumlah Rp 18 miliar. Termasuk pemotongan pos anggaran untuk pembangunan gedung DPRD, pemangkasan dana bansos, pemangkasan dana di Badan Kesbangpollinmas serta pemotongan pos dana perjalanan anggota DPRD. (Roes)


Bupati Belum Tanda Tangan  

BLORA, SR - Hasil evaluasi dari gubernur pada RAPBD Blora 2009 turun, dengan rekomendasi memangkas anggaran yang menyebabkan difisit 24,5 milyar. Dan memberi batas waktu 7 hari untuk diselesaikan, akhirnya terpenuhi. 
Setelah Jumat (8/5) APBD Blora akhirnya menemui titik terang, melalui sidang paripurna RAPBD ditetapkan menjadi perda.
 Saat sidang paripurna, Bupati Yudhi Sancoyo berhalangan hadir karena mendadak diundang gubernur. Waktu itu dia hanya menyurati DPRD. Isinya, tidak bisa hadir karena ada acara mendadak dipanggil gubernur. Selain itu, dalam suratnya Bupati Blora juga menyebutkan, demi kepentingan masyarakat luas pihaknya menyetujui penetapan APBD.
 Dalam keterangan pers-nya, Yudhi Sancoyo membenarkan jika pada saat sidang paripurna persetujuan APBD, dirinya sedang dipanggil gubernur. “Saya memang mendadak dipanggil gubernur,’’ tandasnya. 
Ditanya soal APBD yang sudah ditetapkan, pihaknya tidak mempersoalkan karena semua itu demi masyarakat Blora. Hanya saja, untuk dana P2SE dan bantuan sepeda motor, hingga saat ini dia masih tetap mengonsultasikan ke gubernur.
“Apapun yang diputuskan untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat Blora dan asal sesuai misi dan visi wareg, waras, wasis, wilujeng, saya siap melakukanya,” tegas Yudhi pada setiap kesempatan. (Roes)



Memanas, Hubungan Bupati-Ketua DPRD 
BLORA, SR - Salah satu yang menjadi catatan penting dalam evaluasi Gubernur adalah soal bantuan keuangan untuk Program Peningkatan Sarana Ekonomi (P2SE). Dalam evaluasi tersebut gubernur sebenarnya ingin adanya pemerataan kalau tujuannya untuk percepatan pembangunan dengan mempertimbangkan asas keadilan dan pemerataan.
Secara lengkap isi rekomendasi yang terkait P2SE sebagai berikut “Terdapat bantuan keuangan P2SE sebesar RP 38 Milyar untuk 200 desa dari 271 desa, apabila bantuan tersebut dalam rangka percepatan pembangunan sarana prasarana perdesaan agar dipertimbangkan asas keadilan dan pemertaan guna menghindari diskriminasi atau kecemburuan bagi desa yang tidak mendapatkan alokasi bantuan.”
Dari landasan itu Bupati tetap agar dilakukan pemerataan agar semua desa mendapat dana itu namun sebaliknya dengan Ketua DPRD Blora juga tetap pada pendiriaannya agar dana tetap untuk 200 desa dan wajar untuk mendapatkannya karena sejak awal terlibat aktif dalam pembahasan. 
Dalam penetapan APBD 8 Mei lalu Warsit juga menyatakan bahwa alokasi P2SE sudah melalui by name sehingga desa-desa yang akan mendapat sudah tercantum termasuk besaran dananya.
Warsit juga menolak jika dirinya disebut sebagai pihak yang memperlambat pengesahan APBD. Bukti yang ia sodorkan adalah tanda tangannya di dokumen APBD pada 8 Mei lalu. “Justru saya mendukung agar APBD segera menjadi Peraturan Daerah (Perda) sehingga tiap-tiap SKPD bisa segera merealisasikan program kerja masing-masing. 
Disinggung hubungan yang kurang harmonis dengan Bupati Blora Yudhi Sancoyo terutama soal P2SE dan pengadaan kendaraan Mega Pro bagi kades, alumni kursus Lemhanas ini menyatakan tugas pokok dan fungsi DPRD dan bupati memang berbeda. ‘Tugas kami kan mengawasi pelaksanaan anggaran, toh pencairan P2SE nantinya kan di SKPD terkait (BPMD, red), bukan di DPRD. BPMD kan juga anak buahnya bupati,” terangnya kepada SR, Jumat (15/5).
Lebih lanjut ia memberi alasan kenapa cuma 200 desa yang mendapatkan P2SE. Itu disebabkan karena ada jenis program peningkatan perekonomian desa yang lain, diantaranya PPIP, Pansimas dan jenis yang lain. “Program itu berasal dari pemerintah pusat, sehingga tidak ada desa yang dianaktirikan,” ungkapnya.
Justru dia menyatakan bahwa P2SE adalah implementasi dari visi misi gubernur yaitu Bali Ndeso Mbangun Ndesa. “Kita harus mendukung program gubernur, apalagi nantinya rakyat desa yang akan menilmati program tersebut. Janganlah rakyat dikorbankan karena lambatnya pencairan dana APBD sehingga mengakibatkan rendahnya tingkat keterserapan anggaran seperti tahun-tahun sebelumnya. (Gie)  


Tidak ada komentar:

Posting Komentar