Senin, 05 April 2010

Jawa Pos (Radar Bojonegoro)

Senin, 05 April 2010.
Diterjang Angin, Petani Terancam Gagal Panen
BLORA - Hasil panen para petani di sejumlah kecamatan di Blora agak berkurang. Sebab, menjelang musim panen ini, tanaman padi di sawah diterjang angin kencang. Akibatnya, banyak padi yang roboh.

Untuk menghindari padi tidak terendam air, para petani harus mengikat padi yang roboh itu agar kembali berdiri. Kecamatan yang diserang angin di antaranya Jepon, Jiken, Kunduran, Kedungtuban, Banjarejo dan kecamatan penghasil padi lainnya. ''Tapi masih untung, ini padinya sudah siap panen,'' ujar Tekad, 30, warga Kelurahan/Kecamatan Jepon kemarin.

Dia kemarin terlihat cukup sibuk mengikat padinya yang roboh. Akibat ada yang roboh, dia memerkirakan hasil panennya juga kurang. Hanya, karena hasil panen kali ini cukup bagus, kekurangan itu masih bisa tertutupi. Dia mengatakan, rata-rata setiap hektare bisa menghasilkan 5-6 ton. (ono/wid)

Sumber : (ono/wid), "Diterjang Angin, Petani Terancam Gagal Panen", Jawa Pos (Radar Bojonegoro), Senin - 5 April 2010, http://www.jawapos.co.id/radar/index.php?act=detail&rid=151319, (Senin, 5 April 2010).

=======

Senin, 05 April 2010.
Sejumlah Titik Perlu Dibenahi
BLORA - Persiapan menjelang penilaian tahap kedua program Adipura terus dilakukan. Gerakan Jumat bersih dengan mengerahkan sejumlah elemen masyarakat juga dilakukan.

Para pegawai dinas dan instansi, sekolah serta petugas kebersihan yang membersihkan sampah dan menata kerapian di lingkungannya masing-masing. Sebab, jika ingin mendapatkan penghargaan Adipura semua titik pantau harus bersih. Karena April ini dilakukan penilaian tahap kedua.

Di penilaian tahap pertama program Adipura 2009-2010, Blora mendapatkan nilai 73,07 atau berada di atas nilai standar Adipura 73,00. Jika ingin mendapatkan kembali penghargaan Adipura seperti yang pernah diraih pada 1992 lalu, masyarakat Blora harus bisa memertahankan nilai yang sudah diperoleh tersebut.

Berdasarkan hasil pemantauan tahap pertama, sejumlah titik pantau mendapat nilai rendah. Karena itu, titik-titik pantau itu harus segera dibenahi. Titik pantau yang mendapat nilai rendah di antaranya, Salter Grojogan (60,00), Sungai Lusi (67,75), Pasar Blora (69,33), Pertokoan Gatot Subroto (69,33), serta Perumahan Kamolan (69,75).

Kepala Dinas Perumahan, Pertanahan dan Tata Ruang (DPPTR) M. Affandi mengatakan, Pemkab Blora telah lama menggelar rapat koordinasi persiapan penilaian tahap kedua program Adipura. Beberapa hal diputuskan dalam rapat tersebut. Di antaranya membagi tanggungjawab pembenahan titik pantau. ''Setiap dinas dan instansi mendapatkan bagian tanggungjawab membenahi beberapa titik pantau,'' ujarnya kemarin.

Dia mengungkapkan, seluruh elemen masyarakat akan digerakkan untuk penataan titik pantau yang mendapatkan penilaian rendah di pemantauan tahap pertama. Bahkan menurut Affandi, pihaknya akan berkoordinasi dengan instansi lain seperti TNI dan Polri untuk melaksanakan kerja bakti pembenahan titik pantau. ''Diharapkan dengan dilibatkannya TNI dan Polri, komponen masyarakat lainnya akan tergerak untuk ikut berpartisipasi,'' tandasnya.

Sementara itu, banjir yang sering melanda jalan protokol serta jalan arteri Kota Tuban bisa menggagalkan ambisi Tuban untuk kembali meraih Adipura. ''Penilaian untuk mendapatkan Adipura kini lebih ketat, seiring dengan meningkatnya pengelolaan lingkungan perkotaan (sampah/kebersihan, keteduhan dan penghijauan),'' kata Kabid Kebersihan dan Pertamanan Dinas PU, Bambang Winarto kemarin.

Untuk itu, dia berharap seluruh warga kota memiliki kepedulian untuk bersama-sama menjaga kebersihan. ''Jangan sampai membuang sampah sembarangan. Sebab, jika tersumbat sampah akan terjadi banjir dan sebagainya,'' kata dia.

Dikatakan Bambang, dalam penilaian Adipura tahap kedua ini sedikitnya ada 12 item yang menjadi pokok penilaian. Antara lain, jalan arteri dan kolektor, pasar, taman kota, hutan kota, sampah, dan perairan terbuka. Untuk itu, dia berharap semua pihak bersiaga.

Ditambahkan pejabat asli Lamongan ini, Tuban merupakan salah satu kabupaten yang masuk penilaian tahap 2 (P2) yang berlangsung tahun ini. Pada penilaian tahap pertama (P1), Tuban menempati peringkat ketiga untuk kategori kota kecil tingkat provinsi serta peringkat kelima tingkat nasional. (ono/zak/wid)

Sumber : (ono/zak/wid), "Sejumlah Titik Perlu Dibenahi", Jawa Pos (Radar Bojonegoro), Senin 5 April 2010, http://www.jawapos.co.id/radar/index.php?act=detail&rid=151318, (Senin, 5 April 2010).

=======

Senin, 05 April 2010.
Haryono Cs Terancam Dijemput Paksa
BLORA - Selasa (6/4) besok tiga terpidana kasus korupsi dana tunjangan purnabhakti di pos anggaran DPRD Blora tahun 2003, Haryono, Rofii Hasan, dan Abdul Ghoni dipanggil kejaksaan. Mereka diminta untuk menghadap Kasi Pidsus Fitroh Rohcahyanto.

Panggilan itu merupakan yang kedua setelah pada panggilan pertama lalu ketiga mantan wakil ketua DPRD Blora periode 1999-2004 ini tidak hadir. ''Surat panggilannya sudah kami kirim. Selasa besok kami minta menghadap,'' ujar Kasi Pidsus Fitroh Rohcahyanto, kemarin.

Dia mengatakan, pihaknya akan memberitahukan putusan Mahkamah Agung (MA) yang memvonis tiga orang tersebut dengan hukuman lima tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider empat bulan kurungan. Selain itu, Haryono Cs serta Warsit, mantan ketua DPRD periode yang sama juga diharuskan membayar uang pengganti Rp 1,5 miliar secara tanggungrenteng. ''Putusannya seperti itu. Dan itu yang harus saya beritahukan kepada tiga terpidana ini,'' tuturnya.

Mantan Kasi Datun Kejari Banyumas itu mengatakan, terpidana memang punya hak untuk mengajukan upaya hukum lain. Saat ini upaya hukum lain yang masih bisa ditempuh adalah mengajukan peninjauan kembali (PK). Hanya, menurut Fitroh, PK tidak menghalangi eksekusi. Dia meminta tiga terpidana ini koopetarif sehingga pihaknya bisa menjalankan putusan itu dengan lancar. Sebab, menurut Fitroh, dia pernah mendatangi rumah tiga terpidana ini. ''Saat itu hanya ditemui keluarganya. Padahal saya tahu orangnya ada di dalam,'' ungkapnya.

Dengan kondisi seperti itu, Fitroh mengatakan kalau pihaknya punya wewenang untuk mendatangkan mereka. Hanya, dia tidak ingin eksekusi dilakukan secara paksa atau bahkan dilakukan penangkapan atas diri terpidana itu. Jika itu dilakukan, tuturnya, akan menimbulkan kesan yang kurang baik karena harus melibatkan banyak orang. ''Masak kami harus membawa pasukan untuk menangkap. Kan tidak harus seperti itu,'' terangnya.

Saat ditanya bagaimana tanggapan kejaksaan atas upaya pengajuan penangguhan eksekusi yang diajukan tiga terpidana melalui penasihat hukumnya? Fitroh menyatakan sudah hampir pasti pengajuan itu ditolak. Sebab, tidak ada dasar hukum yang bisa digunakan untuk mengabulkan permohonan tersebut. Dia kembali menegaskan kalau upaya PK tidak menghalani eksekusi. ''Jadi silakan PK, namun tugas kami juga dihormati. Prosedur kami jelas, jika dipanggil berkali-kali tidak hadir tentu ada upaya paksa,'' tegasnya. (ono/wid)


Sumber : (ono/wid), "Haryono Cs Terancam Dijemput Paksa", Jawa Pos (Radar Bojonegoro), Senin 5 April 2010, http://www.jawapos.co.id/radar/index.php?act=detail&rid=151317, (Senin, 5 April 2010).

=======

Senin, 05 April 2010.
Galakkan Penganekaragaman Pangan
BLORA - Pemkab Blora melalui Kantor Ketahanan Pangan mengintensifkan program penganekaragaman pangan. Selain itu, pemkab juga gencar kampanye pemanfaatan tanah untuk produk pangan.

''Jangan biarkan tanah pekarangan nganggur,'' ujar Kepala Kantor Ketahanan Pangan Blora, Gundala Wejasena.

Dia mengatakan, penganekaragaman konsumsi pangan merupakan upaya untuk memantapkan atau membudayakan pola konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman. Indikator untuk mengukur tingkat keanekaragaman dan keseimbangan konsumsi pangan masyarakat adalah dengan skor Pola Pangan Harapan (PPH) 95 dan diharapkan dapat dicapai pada tahun 2015. ''Pola Pangan Harapan untuk kabupaten Blora pada tahun ini adalah 88, sebuah angka yang cukup lumayan,'' tuturnya.

Menurutnya, penganekaragaman konsumsi pangan akan memberi dorongan dan insentif pada penyediaan produk pangan yang lebih beragam dan aman untuk dikonsumsi. Termasuk produk pangan yang berbasis sumber daya lokal. Dari sisi aktivitas produksi, tuturnya, penganekaragaman konsumsi pangan dapat meminimalkan risiko usaha pola monokultur, meredam gejolak harga, serta mengurangi gangguan kehidupan biota di suatu kawasan. Selain itu, meningkatkan pendapatan petani dan menunjang pelestarian sumber daya alam. ''Diharapkan masyarakat mengurangi konsumsi beras dan terigu. Dua jenis bahan makan pokok ini dapat disubsitusi dengan jagung maupun umbi-umbian,'' terangnya.

Kedua jenis tanaman itu, kata dia, bisa dibudidayakan di pekarangan rumah. Tanah pekarangan yang dimiliki warga, lanjutnya, kadangkala dibiarkan terbengkelai. Padahal, menurutnya, di pekarangan tersebut bisa ditanam palawija, sayuran, dipelihara ikan dan beternak. ''Kami tak pernah berhenti menyosialisasikan pemanfaatan tanah pekarang untuk usaha produktif warga,'' tandasnya. (ono/wid)

Sumber : (ono/wid), "Galakkan Penganekaragaman Pangan", Jawa Pos (Radar Bojonegoro), Senin 5 April 2010, http://www.jawapos.co.id/radar/index.php?act=detail&rid=151315, (Senin, 5 April 2010).

=======

Tidak ada komentar:

Posting Komentar