Jumat, 19 Februari 2010

.Jum'at, 19 Februari 2010.
Ancam Bongkar Proyek Pertamina
Buntut Pembayaran yang Belum Lunas

BLORA - Proyek pematangan lahan untuk Central Processing Plant (CPP) milik PT Pertamina EP-Proyek Pengembangan Gas Jawa (PPGJ) terancam dibongkar.

Yang akan membongkar adalah Budiyono, kontraktor asal Tuban yang melaksanakan pengurukan lahan itu. Sebab, sampai kemarin masih ada dana sekitar Rp 2,7 miliar yang belum dibayarkan ke pelaksana proyek. ''Kami akan kirim alat berat untuk mengeruk lagi tanah uruk senilai dana yang belum dibayarkan,'' ujar Budiyono kemarin.

Budiyono yang didampingi sejumlah korban lainnya mengatakan, proyek di Desa Sumber Kecamatan Kradenan itu merupakan proyek milik PPGJ yang akan digunakan untuk pengolahan gas area Gundih. Lahan yang harus diuruk seluas 12,5 hektare. Semula, Pertamina EP PPGJ membuka tender yang diikuti sejumlah perusahaan dan akhirnya dimenangkan PT Kurnia Djaya Wirabhakti Surabaya dengan nilai kontrak Rp 18 miliar. Hanya, oleh PT Kurnia, pekerjaan itu disubkontrakkan ke PT Pentagro Mandiri Abadi Semarang senilai Rp 13,4 miliar. Dan oleh PT Pentagro, pekerjaan itu disubkan lagi ke Budiyono senilai Rp 12,2 miliar. ''Karena sebenarnya pekerjaan itu tidak boleh disubkan, di lapangan saya diberi surat seolah-olah saya orang PT. Kurnia. Ada surat resminya,'' kata Budiyono.

Menurutnya, proyek dikerjakan pada 13 April-12 September 2009 dengan hasil baik. Kemudian, proyek tersebut diserahterimakan PT. Kurnia ke PT Pertamina EP-PPGJ pada 18 Oktober 2009. Hanya, dari nilai kontrak yang semestinya diterima, kontraktor asal Desa Campurejo Kecamatan Rengel ini mengakui baru dibayar Rp 9,479 miliar, sehingga masih sisa sekitar Rp 2,72 miliar yang belum dibayarkan. Kekurangan pembayaran itulah yang dia kejar. Budiyono mengatakan sudah mengirimkan surat resmi ke PT Pertamina EP-PPGJ untuk meminta difasilitasi. ''Karena pihak PPGJ mestinya tahu kalau pekerjaan disubkan. Kalau tidak dibayar maka ancaman kami laksanakan. Surat itu saya kirim 14 Februari lalu,'' ungkapnya.

Selama ini, lanjut dia, pihak Pertamina EP-PPGJ seolah cuci tangan dalam persoalan tersebut. Padahal, menurutnya, ini kesalahan PT Pertamina EP-PPGJ yang tidak cermat memilih rekanan sehingga banyak menimbulkan korban. Di lapangan, kata dia, banyak masyarakat yang belum dibayar. Misalnya, tenaga kerja, utang di warung, tanah, serta jalan yang rusak akibat proyek. ''Banyak sekali korbannya, jadi Pertamina tidak bisa tinggal diam,'' tandasnya.

Gede Widiarna dari Pertamina EP-PPGJ yang menjadi penanggungjawab proyek pematangan lahan CPP belum dapat dikonfirmasi terkait ancaman tersebut karena ponselnya tidak aktif. Sementara, Direktur PT. Kurnia Djaya Wirabhakti, Anggiat Nadeak juga tidak mau memberi penjelasan. Saat dihubungi, dia tidak mau mengangkat teleponnya. Sementara ketika dikonfirmasi via SMS, dia membalas dengan SMS kosongan tanpa kata-kata. Sehingga tidak diperoleh konfirmasi soal uang yang belum dibayarkan itu. (ono)

-------

.Jum'at, 19 Februari 2010.
Temukan 24 Proyek Menyimpang
BLORA - Dugaan sejumlah pihak kalau proyek fisik di Blora amburadul ternyata benar. Hasil pemeriksaan yang dilakukan Inspektorat Kabupaten setempat menemukan sedikitnya 24 proyek diketahui menyimpang.

Proyek tersebut adalah proyek jalan dan jembatan di Dinas Pekerjaan Umum (DPU). Penyimpangan itu berupa pengurangan volume pekerjaan dan proyek yang sudah rusak meski baru selesai dikerjakan. ''Sebanyak 14 proyek dikerjakan tidak sesuai bestek karena mengurangi volume pekerjaan. Dan 10 lainnya rusak,'' ujar kepala Inspektorat Kabupaten Blora, Winarno, kemarin.

Dia menyebut, masih ada kemungkinan jumlah proyek yang menyimpang bertambah lagi. Sebab, sampai saat ini tim inspektorat masih terus melakukan pemeriksaan di lapangan. Dia mengatakan, rekanan yang mengerjakan proyek tersebut diminta untuk membenahi. Sebab, sekarang masih masa pemeliharaan sampai Juni nanti. ''Kami akan terus pantau sampai batas waktu pemeliharaan habis,'' tuturnya.

Bagaimana jika sampai habis masa pemeliharaan proyek tetap jelek dan masih ada penyimpangan? Mantan Kabag Pemerintahan Desa itu menegaskan, pihaknya akan menindak sesuai aturan yang ada. Di antaranya, melakukan denda dan mengklaim senilai dengan kekurangan proyek. Sebab, kewenangan Inspektorat hanya sebatas itu. Namun, semua temuan tersebut tetap dilaporkan ke bupati. ''Mau dikemanakan temuan itu terserah bupati,'' katanya.

Winarno belum bisa memrediksikan kapan pemeriksaan terhadap proyek-proyek itu bisa diselesaikan. Hanya, dia memastikan semua proyek tidak akan luput dari pemeriksaan timnya. Jika memang kualitas dan kondisi proyeknya jelek, dia meminta rekanan untuk mematuhi aturan yang ada. Sehingga harus kembali memperbaiki dan rela diklaim sesuai dengan jumlah kekurangan volumenya.

Diberitakan sebelumnya, akibat tidak adanya konsultan pengawas, banyak proyek yang dikerjakan sembarangan. Tidak adanya pengawas proyek itu disebabkan kebijakan Kepala DPU yang melakukan penunjukan pengawas proyek secara sembarangan. Banyak pihak yang tidak berkompeten ditunjuk jadi pengawas. Selain itu, penunjukannya terlambat. Sebab, banyak proyek yang sudah berjalan dan bahkan hampir selesai, namun pengawas baru ditunjuk. Setelah ketahuan dan diprotes, DPU tidak berani mencairkan dana pengawasan. (ono)

-------

.Jum'at, 19 Februari 2010.
Penyerahan Dukungan 20 Februari
Bagi Calon Independen

BLORA - Penyerahan dukungan untuk bakal calon bupati dan wakil bupati dari jalur independen diumumkan kemarin (18/2). Pengumuman itu pajang di papan pengumuman di kantor KPUK Blora di Jalan Halmahera sampai hari ini (19/2). Sedangkan penyerahan dukungan untuk calon independen pada 20 Februari besok. ''Penyerahan mulai dilaksanakan pada jam 08.00 sampai 15.00,'' kata Ketua KPUK Blora Moesafa kemarin.

Dia mengatakan, dukungan yang harus dipenuhi bagi calon independen yang akan mencalonkan minimal 39.696 dukungan. Dukungan itu berupa tanda tangan yang disertai dengan foto kopi kartu tanda penduduk (KTP). Sesuai aturan, kata dia, sebaran kecamatan asal dukungan harus 50 persen lebih. Jika di Blora ada 16 kecamatan,sebaran dukungan yang dibutuhkan minimal sembilan kecamatan. ''Jadi, dari sembilan kecamatan harus ada asal orang yang mendukung,'' tambahnya.

Agar lebih praktis, dukungan itu disusun dalam sebuah bendel. Dukungan itu selain di KPUK juga diserahkan ke Petugas Pemungutan Suara (PPS) asal pendukungnya. Sehingga semua PPS tempat pendukung calon independen memegang bukti dukungan itu. Karena itulah,KPUK membatasi penyerahan dukungan sampai pukul 15.00. ''Karena harus ke PPS-PPS, agar waktunya lebih longgar,'' tandasnya.

Ketua GP Ansor Blora itu menambahkan, saat ini memang ada sejumlah nama yang disebut-sebut akan mencalonkan melalui jalu indenpenden. Selain dari Kecamatan Blora, calon yang akan maju dengan jalur independen itu berasal dari Kecamatan Kedungtuban. Hanya, menurut Safa, itu baru sebatas kabar saja. Kepastiannya akan diketahui besok. ''Kita lihat saja besok (hari ini),'' tandasnya. (ono)

-------

Kamis, 18 Februari 2010.
Izin Bupati Periksa Kades Bradag Turun
BLORA - Kepala Desa Bradag Kecamatan Ngawen Tarmidi segera diperiksa sebagai tersangka dalam kasus dugaan penyelewengan dana program PengembanganPrasarana Sosial Ekonomi (P2SE). Pemeriksaan itu dilakukan setelah Kejari menerima izin pemeriksaan Tarmidi dari bupati. ''Kita panggil dulu untuk diperiksa sebagai tersangka,'' ujar Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Blora Fitroh Rohcahyanto kemarin.

Dia mengatakan, sebenarnya, ijin pemeriksaan yang dia ajukan ke bupati Blora Yudhi Sancoyo untuk dua orang kades. Satunya adalah Herdaru Budhi Wibowo Kades Jipang Kecamatan Cepu yang juga sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus yang sama. ''Yang satu belum (turun). Jadi yang sudah ada kita tangani,'' tambahnya.

Disinggung Kejari bakal menahan Tarmidi ? Mantan Kepala Seksi Datun Kejari Banyumas itu meyatakan sangat mungkin Tarmidi ditahan. Namun, hal itu melihat kondisi di lapangan dan syarat untuk ditahan memenuhi atau tidak. Menurut dia, ada tiga hal yang bisa membuat tersangka di tahan, yakni dikhawatirkan melarikan diri, menghilangkan barang bukti dan dikhawatirkan mengulangi perbuatannya. ''Selain itu ada pertimbangan-pertimbangan lain sebelum memutuskan menahan seseorag. Yang jelas kemungkinan ke arah sana (penahanan) tetatp ada,'' tandasnya.

Tarmidi ditetapkan sebaga tersangka setelah dia diduha menyelewengkan dana P2SE Desa Bradag menerima dana Rp 190 juta dari APBD 2009 lalu. Dana ini termasuk dana anggaran P2SE senilai Rp 38 miliar untuk 200 desa. Proyek itu diwujudkan untuk pembangunan irigasi dan lainnya di desa ini. Hanya, pengerjaan proyek tersebut yang mestinya dilakukan secara swakelola dengan menggandeng masyarakat sebagai tenaga kerja. Tujuannya, memberdayakan masyarakat desa. Namun proyek itu ditenderkan. Dalam pemeriksaan, Tarmidi tidak bisa mempertanggungjawabkan sekitar Rp 50 juta dari dana itu, sehingga kemudian dijadikan tersangka. (ono)

-------

Tidak ada komentar:

Posting Komentar