Sabtu, 30 Januari 2010

tabloid Pertama di Blora - FOKUS - DIPASTIKAN APBD MOLOR


Fokus

Penetapan APBD 2010 pada Januari Sulit Terealisasi
BLORA. SR- Janji Dewan yang selama ini elalu digembar-gemborkan yakni Pnetapan APBD Blora 2010 pada bulan Januari sepertinya tida akan terealisasi. Pasanya lima fraksi di DPRD Blora menyatakan RAPBD sampai berita ini ditulis (21/1) belum juga dibahas.

Kelima fraksi yakni Fraksi Partai Demokrat (FPD), Fraksi Gerakan Pembaharuaan Nurani Rakyat (Gapura), Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPFIP), Fraksi Peduli Kesejahteraan Masyarakat (FPKM) dan Fraksi Persatuan Pembangunan Nasional (FPPN) mendesak RAPBD segera dibahas.

Oleh sebab itu fraksi-fraksi tersebut meminta tim anggaran pemerintah daerah (TAPD) segera membahas sehingga target penetapan APBD lebih cepat bisa tercapai. ''Kami siap melakukan MoU KUA PPAS agar segera dibahas,'' kata Joko Mugiyanto ketua Fraksi DEmokrat minggu lalu.

Dia meminta saat ini para pejabat, terutama yang masuk dalam TAPD untuk tidak terpengaruh dengan situasi politik yang berkembang di Blora. Seperti diketahui situasi politik memang sedang hangat-hangatnya di Blora. Sebab, dua partai besar yakni Golkar dan PDIP. ''Jangan, terpengaruh Musda Golkar dan sebagainya. Kita fokus pada anggaran, Jangan hanya mnyalahkan DPRD saja karena APBD molor,'' tandasnya.

Menurut dia, mestinya bupati juga ikut mendorong anak buahnya yang masuk ke TAPD untuk segera membahas anggarannya. Sampai saat ini MoU kebijakan umum anggaran (KUA) dan plafon prioritas anggaran sementara (PPAS) juga belum dilakukan. Sehingga, pihak DPRD juga belum bisa membahas. Bupati, kata dia, mestinya bisa membagi waktu dan bersikap kapan menjadi bupati dan kapan menjadi ketua partai.

''Kalau saat ini yang penting APBD dulu. Itukan yang selama ini disampaikan. Tapi, kenyataannya eksekutif sendiri yang tidak disiplin,'' katanya.

Dia berharap jika KUA PPAS sudah ditetapkan, TAPD segera mengirimkan RAPBD sehingga komisi-komisi di DPRD dan Badan Anggaran (Banggar) bisa segera membahas.

Dia juga menambahkan dengan kondisi seperti ini, otomatis tidak mungkin APBD 2010 bisa disahkan Januari ini. ''Apanya yang mau disahkan, pembahasan saja belum selesai,'' tambahnya.

Ditempat terpisah Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Komang Gede Irawadi saat dikonfirmasi menyatakan siap membahas secepatnya. Dia mengatakan, tidak masalah memenuhi desakan fraksi tersebut.Komang yang juga anggota TPAD mengatakan, pihaknya berusaha konsisten. Dia juga menolak kalau pihaknya terpengaruh dengan musda Partai Golkar.

''Kami bekerja secara profesional, tidak kaitanya persoalan intern partai tertentu ,'' katanya. (Roes)



Fokus Samping

Saratri Wilonoyudho - dosen Universitas Negeri Semarang (UNNES)
Kegagalan Sistem Perencanaan dalam Mengakomodasi Transaksi Politik SEMARANG,SR- APBD terlambat bukanlah hal baru. Hampir di setiap tahun, banyak Pemerintah Daerah yang mengalami keterlambatan dalam penetapan APBD. Bahkan, karena seringnya terlambat, fenomena tersebut tidak membuat kita terkejut lagi, “udah biasa” kata Saratri Wilonoyudho dosen Universitas Negeri Semarang (UNNES) ketia di temui SR Kamis (21/1) dikampusnya.

Pertanyaannya … apa sebenarnya yang menyebabkan terlambat?

Kita tidak bisa melihat masalah keterlambatan APBD tersebut disebabkan oleh masalah-masalah teknis belaka ataupun ketiadaan kemauan politis semata-mata. Terdapat masalah-masalah yang harus ditangani secara lebih komprehensif. Secara sistem dan kelembagaan, keterlambatan APBD seyogyanya kita lihat dalam beberapa perspektif, mulai dari proses perencanaan, struktur politik, hubungan eksekutif-legislatif, dan bahkan kondisi kemasyarakatan yang unik di tiap-tiap daerah.

Secara mekanistik, tahapan perencanaan dan penganggaran di Pemerintah Pemkab meliputi proses yang panjang mulai dari Musyawarah Pembangunan di tingkat desa dari bulan Januari, penetapan Rencana Kerja Tahunan pada bulan Mei, penyusunan usulan anggaran di bulan Agustus, sampai dengan penetapan APBD sendiri di bulan Desember.

”Proses yang panjang tersebut dapat dibagi menjadi dua, yaitu tahap perencanaan dan tahap penganggaran,” jelas Saratri.

Pada tahapan perencanaan, tujuannya adalah menghasilkan dokumen Rencana Kerja Pemerintah daerah (RKPD) yang berisi daftar kegiatan yang secara logis dapat dilakukan oleh pemerintah di tahun depan, sedangkan jumlah pendanaan yang dibutuhkan oleh kegiatan-kegiatan tersebut baru akan diputuskan pada tahap penganggaran yang dimulai pada bulan Juli dan berakhir dengan penetapan APBD di bulan Desember.

Dari tahapan-tahapan tersebut, dapat diidentifikasi beberapa faktor yang menjadi penyebab keterlambatan APBD; Pertama, Kegagalan sistem perencanaan dalam mengakomodasi transaksi politik. Proses musyawarah pembangunan, baik di tingkat desa, kecamatan maupun kabupaten/kota seharusnya diikuti oleh berbagai unsur masyarakat.

”Namun, proses tersebut umumnya hanya sekedar menjadi ritual formal belaka karena sebagian besar kita belum tertarik unuk membahas rencana kegiatan yang logis, tetapi lebih tertarik membahas besaran uang pada saat pembahasan anggaran,” Ujar Dosen Unnes Semarang ini.

Akibatnya, perencanaan kegiatan yang seharusnya telah menjadi kesepakatan pada bulan Mei justru tidak mendapatkan perhatian serius karena adanya anggapan “toh belum membahas uangnya“. Akhirnya rencana kegiatan dibahas ulang pada tahap penganggaran dan menjadi obyek transaksi yang mengalami tarik ulur dan kadangkala berlarut-larut sehingga menyebabkan keterlambatan APBD.

Kedua, Kegagalan pemerintah dalam meletakkan kerangka peraturan perundangan yang komprehensif dan secara sinegis mendorong proses perencanaan dan penganggaran yang terpadu dan efisien. Beberapa peraturan perundangan, baik berupa Peraturan Pemerintah maupun Peraturan Menteri cenderung tidak saling melengkapi (untuk tidak mengatakan saling bertabrakan) dan kadangkala membingungkan.

Akibatnya, Pemerintah Daerah dalam proses penyusunan APBD lebih banyak membuang waktu dalam kebingungan pada hal-hal yang sebenarnya tidak terlalu substansi. Hal-hal tersebut diperparah oleh kapasitas SDM di Pemerintah Daerah yang secara umum mengalami kesulitan dalam menerjemahkan substansi-substansi yang dikehendaki pemerintah pada level teknis.

”Ketiga, Tidak adanya insentif dan disinsentif yang efektif terkait ketepatan waktu penyusunan APBD. Akibatnya, selama ini keterlambatan APBD dianggap sebagai hal biasa yang jamak terjadi,” jelasnya.

Beberapa terobosan dalam reformasi kelembagaan perlu dilakukan untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut. Pertama, perlu dilakukan inovasi-inovasi dalam proses perencanaan partisipatif sedemikian rupa sehingga aspirasi-aspirasi politik diyakini benar-benar terserap dalam dokumen perencanaan.

Dengan demikian, pembahasan rancangan APBD dapat lebih fokus pada besaran dana yang seharusnya dialokasikan dan tidak lagi terlalu terbebani dengan transaksi-transaksi politik. Itupun dengan asumsi bahwa Tim Anggaran baik di pihak eksekutif maupun legislatif mempunyai komitmen untuk menjaga kesinambungan antara dokumen perencanaan dengan proses anggaran.

Perlu dikembangkan strategi yang jitu baik berupa dialog ataupun sosialisasi mengenai perencanaan dan penganggaran berbasis kinerja. Tujuan utama dilakukannya langkah ini adalah untuk mengubah paradigma tradisional yang berfokus pada penganggaran uang menjadi paradigma yang berbasis kinerja yang menitikberatkan pada perencanaan kegiatan yang menjawab akar permasalahan di masyarakat.

Yang utama adalah memberikan insentif dan disinsentif yang efektif secara institusional. Secara makro, kebijakan Menteri Keuangan yang akan memotong Dana Alokasi Umum (DAU) untuk keterlambatan APBD sudah merupakan langkah yang tepat namun secara mikro tetap diperlukan beberapa terobosan lain, misalnya dengan melarang dicairkannya belanja pimpinan/anggota DPRD dan Kepala Daerah yang di banyak daerah dianggap sebagai kelompok belanja wajib, sehingga meskipun APBD belum disahkan belanja-belanja tersebut tetap bisa dicairkan.(Roes)




Tejo Prabowo (LSM Jati Bumi)
APBD Terlambat Pilbup Terganggu

BLORA, SR- Kekhawatiran keterlambatan penetapan APBD akhirnya terjadi juga, ketika beberapa anggota DPRD Blora memastikan dan menyatakan belum ada pembahasan untuk pengesahan RAPBD Blora tahun 2010.

Menurut Tejo Prabowo ketua LSM Jati Bumi, keterlambatan pengesahan anggaran merupakan hal klasik dan yang sangat “klise” di kabupaten Blora.

Dia juga berujar hal ini bisa saja terjadi, karena ketidaksiapan pemerintah daerah dan buruknya sistem administrasi perencanaan anggaran. Bahkan, pengesahan APBD tidak terlambat pun, tetap saja dalam pencairannya akan dibuat terlambat.

“Tak heran, kalau bicara pencairan dana sering ngadat,” katanya kepada SR Selasa (26.1).
Tejo juga menyatakan, jika hal pembahasan APBD ini tidak segera dituntaskan, bisa jadi muncul tafsiran negatif di masyarakat bahwa ada usaha terselubung untuk sengaja mengacaukan tahapan pilkada.

“Jangan sampai masyarakat menaruh rasa curiga dengan Pilkada,” ujarnya.
Sebab, dengan telatnya pencarian dana pilkada, maka akan berimbas pada pelaksanaan Pilkada itu sendiri, mana mungkin para petugas mau menombok atau menalangi duluan dananya.

Lanjut Tejo, dengan demikian, tahapan pilkada, termasuk pemutakhiran data tidak maksimal dan ini dapat dijadikan senjata untuk melakukan gugatan terhadap hasil pilkada. “Semua ini berkaitan,” tegasnya.

Tambah Tejo, semakin lambat anggaran cair, maka semakin amburadul pelaksanaan pilkada. Dan keamburadulan ini akan berujung pada sengketa hasil pilkada. “Jadi, alasan anggaran, alasan yang klise,” tandasnya.(Roes)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar