Kamis, 06 Agustus 2009

Pesisir Timur - POLEMIK BENGKOK SEKDES



Thursday, 06 August 2009

Polemik bengkok sekdes

Forsekedesi kirim surat bupati


BLORA - Polemik soal tanah bengkok sekretaris desa (sekdes) yang diangkat menjadi pegawai negeri sipil (PNS) terus berlanjut. Kali ini Forum Komunikasi Sekretaris Desa (Forsekdesi) Kabupaten Blora mengirimkan surat kepada bupati Blora yang berisi kajian hukum surat bupati yang telah diedarkan di masing-masing desa.


Ketua Forsekdesi, J Suwito mengatakan, setelah menerima surat edaran bupati nomor 143.11/1634 tertanggal 13 April tentang pemanfaatan tanah eks bengkok sekdes yang telah diangkat menjadi PNS, dan surat nomor 141/2010 tertanggal 2 Juli 2009 perihal sekdes yang telah diangkat menjadi PNS, langsung membentuk tim untuk melakukan kajian hukum atas munculnya kedua surat tersebut.


Surat tentang kajian hukum telah kami serahkan kepada bagian hukum agar diberikan kepada bupati,” kata J Suwito yang juga menjabat sekretariat Desa Tunjungan, Rabu (5/8).


Suwito mengatakan, surat edaran bupati tersebut telah menyalahi Perda Kabupaten Blora Nomor 7 Tahun 2002 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Desa dan Perangkat Desa. Di mana dalam perda itu mengatur tanah bengkok adalah tanah jabatan yang disediakan untuk kepala desa dan pamong desa selama menjadi perangkat desa.


”Di pasal lain, pasal 3, disebutkan bahwa pegawai negeri yang menjadi kepala desa atau perangkat desa dapat menerima gaji rangkap berupa gaji pegawai negeri dan tanah bengkok,” ujarnya.


Disalahgunakan


Sementara itu ketika dikonfirmasi Sekdes Patalan, Kecamatan Blora Dartono mengatakan, surat edaran yang dikirimkan kepada kepala desa, banyak yang disalahgunakan oleh kepala desa. Dengan mengatakan bahwa surat tersebut adalah peraturan bupati, sehingga digunakan seenaknya.


”Seperti di Patalan, surat edaran itu katanya Perbup padahal jelas-jelas surat edaran yang tidak bisa dijadikan acuan, karena masih ada peraturan yang lebih tinggi,” katanya.


Dartono menyesalkan tindakan kepala desa yang akan melakukan pelelangan terhadap eks tanah bengkok sekdes. Padahal perdes belum dibuat. Jika perdes dibuat, tentu harus mengacu perda dan perbup. ”Padahal baik perda atau perbup juga belum ada, jadi kalau melakukan pelelangan jelas cacat hukum,” katanya.


Menurutnya, yang harus dibenahi adalah soal prosedur, karena menurut peraturan perundang- undangan tidak memenuhi amanat UU Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan pada pasal 7 ayat (1), (2), (3), (4) dan (5). ”Kalau tetap diterapkan, maka hak sekdes diputus sepihak, karena tidak memenuhi azaz legalitas,” ujarnya. K.9-ip

Tidak ada komentar:

Posting Komentar