Kamis, 30 Juli 2009

Radar Bojonegoro - JUARA PENYULUH KB


Kamis, 30 Juli 2009

Yasto Juarai Penyuluh KB Provinsi Jateng
Pernah Dihadang Warga Berparang

Perjuangan terkadang membutuhkan pengorbanan. Seperti yang dialami Yasto, seorang petugas penyuluh keluarga berencana (PLKB) yang akhirnya menjadi PLKB terbaik se-Jateng.

SRI WIYONO,Blora

---

Wajah lelaki itu sumringah. Batik merah muda yang dikenakan membuat dia percaya diri. Ketika Bupati Blora Yudhi Sancoyo menyalami, wajah lelaki itu menebar senyum. Yasto, nama lelaki itu, beberapa hari lalu disalami bupati karena mendapatkan penghargaan di bidang keluarga berencana (KB).

Bapak berusia 46 tahun yang tinggal di Desa/Kecamatan Todanan itu dinobatkan sebagai penyuluh KB terbaik se-Jateng dan juara harapan ketiga tingkat nasional pada pemilih penyuluh KB nasional 2009. Bapak dua anak ini mengaku sudah 25 tahun jadi penyuluh KB. ''Bukan pekerjaan mudah menjadi penyuluh KB saat itu,'' kenang Yasto.

Awal menjadi penyuluh KB, Yasto harus berhadapan dengan penduduk yang tingkat kesadaran dan pendidikannya rendah. Dia menjadi penyuluh KB di wilayah Kecamatan Todanan yang daerahnya cukup jauh dan terpencil. Tantangan itu, cerita Yasto, belum cukup.

''Saya pernah dihadang oleh warga desa. Mereka membawa parang. Intinya, mereka meminta saya untuk tidak usah mengajak KB lagi,'' ujarnya.

Saat itu, kenang dia, dirinya sedang sendirian dalam perjalanan hendak memberikan penyuluhan di Desa Ngumbul. Meski agar gemetar karena dicegat warga berparang, Yasto mencoba tetap tenang.

Dia mencoba mengajak ngomong warga yang kelihatan marah itu. Dia lalu meminta agar dipertemukan dengan perangkat desa setempat untuk membicarakan masalah tersebut. ''Akhirnya setelah pertemuan di rumah perangkat desa, suasana bisa cair. Itu pengalaman yang tak pernah saya lupakan seumur hidup,'' tuturnya.

Warga, kata dia, saat itu belum bisa menerima KB. Masyarakat menganggap pemerintah terlalu mencampuri urusan rumah tangga mereka. Selain itu, ada anggapan dari warga bahwa dengan ber-KB justru mendatangkan penyakit. Karena itu, Yasto dan para penyuluh KB lainnya, sering menerima teror bahkan ancaman untuk segera menghentikan penyuluhannya.

Namun, semua itu dilawan Yasto dengan kesabaran dan keyakinannya yang kuat. ''Buktinya warga kemudian bisa menerima dan melaksanakan,'' ujarnya.

Selain tekanan yang berat, penyuluh KB juga harus berjuang untuk bisa mencapai tempat tujuan penyuluhan. Tak jarang, Yasto harus jalan kaki. Sebab, lokasi yang dia tuju tidak bisa dilalui kendaraan, meski hanya untuk sepeda. Fasilitas yang diberikan pemerintah juga saat itu masih minim. Menurut Yasto, dia kali pertama menerima fasilitas sebagai penyuluh pada 1984. Saat itu, dia diberi jatah sebuah sepeda. ''Sebelum itu, ya jalan kaki ke mana-mana,'' katanya.

Pada 1986, Yasto kembali menerima sebuah sepeda. Bahkan, pada tahun itu, dia mengaku mendapat jatah sepeda dua kali. Dengan bersepeda itulah dia menyambangi daerah-daerah pelosok untuk mengkampanyekan program dua anak cukup. Dia mengaku saat menggunakan sepeda untuk memberikan penyuluhan di lapangan, dirinya pernah mengalami peristiwa pahit. Pada 1987, dia terjatuh ke sungai. ''Karena jalannya licin dan sulit, saya terjatuh ke sungai bersama dengan sepeda saya. Kalau sekarang kita tinggal enaknya saja,'' tuturnya.

Seingat Yasto, dirinya menerima kendaraan bermotor pertama pada 1990. Kendaran ini cukup menolong dirinya untuk menjangkau daerah-daerah yang jauh.

Pada 1997, dia kembali menerima fasilitas motor baru. Terakhir, Yasto menerima motor dinas penyuluh KB pada 2008. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar