Rabu, 08 Juli 2009

Radar Bojonegoro - KORUPSI RASKIN - VONIS PENIPUAN



[ Rabu, 08 Juli 2009 ]

Sidang Raskin Diserbu Warga

Terdakwa Dapat Perlakuan Khusus

BLORA - Sidang perdana kasus penggelapan beras untuk masyarakat miskin (raskin) dengan terdakwa Nurkasih, Kades Semampir Kecamatan Jepon kemarin (7/8) digelar di Pengadilan Negeri (PN) Blora. Sidang yang mengagendakan pembacaan dakwaan oleh jaksa penuntut umum (JPU) tersebut diserbu puluhan warga. Akibatnya, ruang sidang utama PN Blora tak mampu menampung pengunjung.

Mayoritas pengunjung tersebut adalah warga Desa Semampir yang ingin melihat kadesnya duduk di kursi pesakitan. Ada juga beberapa kolega terdakwa sesama kades. Termasuk ketua paguyuban kepala desa (Praja Mustika) Blora, Edi Sabar.

Sementara itu, dalam surat dakwaannya JPU Suryadi menjerat terdakwa dengan dakwaan alternatif. Dakwaan primer melanggar pasal 374 KUHP junto pasal 66 ayat (1) KUHP tentang tindak pidana penggelapan karena jabatan yang ada pada dirinya. Juga, perbuatan itu dilakukan berulang atau berlanjut. Ancaman hukumannya adalah lima tahun penjara. Sedangkan dakwaan subsider melanggar pasal 372 tentang penggelapan biasa. Ancaman hukumannya empat tahun penjara.

Dalam uraian surat dakwaan, JPU asal Sidoarjo ini menyatakan terdakwa bersalah karena melakukan penggelapan raskin untuk warga setempat. Yakni, mulai April 2008 hingga April 2009. Penggelapan itu dilakukan pada jatah raskin untuk 16 warga yang memiliki tanggungan angsuran di program nasional pengentasan kemiskinan (PNPM). ''Karena tidak bisa mengangsur PNPM, maka terdakwa menjual raskin jatah mereka untuk membayar angsuran PNPM tersebut,'' ujar Suryadi membacakan surat dakwaan.

Selama kurun waktu tersebut, lanjut Suryadi, terdakwa berhasil mengumpulkan 756 kg raskin. Beras itu dijual terdakwa dalam tiga tahap. Total uang yang diperoleh dari hasil penjualan itu lebih dari Rp 3,7 juta.

Usai pembacaan dakwaan, tim penasehat hukum terdakwa langsung menyampaikan eksepsi. Dalam eksepsi yang dibacakan Tatik Sudaryanti itu, tim penasehat hukum menyatakan dakwaan JPU tidak jelas, tidak cermat dan tidak lengkap. Alasannya, dakwaan JPU tidak menguraikan peristiwa dengan jelas. Dimana, salah satunya adalah kebijakan penjualan raksin jatah 16 warga yang memiliki utang di PNPM itu bukanlah kebijakan kades. ''Kebijakan itu hasil rapat desa yang dihadiri perangkat, kasun, ketua RT/RW, dan tokoh masyarakat,'' katanya.

Dia menyangkal kebijakan penjualan raskin milik 16 warga itu merugikan penerima raskin. Sebab, kata dia, penerima raskin itu tetap bisa mengambil manfaat berupa terbayarnya angsuran mereka di PNPM. Untuk itu, dia memohon majelis hakim untuk menyatakan dakwaan JPU batal demi hukum.

Usai mendengar pembacaan dakwaan JPU dan eksepsi PH terdakwa, majelis hakim yang diketuai Adi Sutrisno dan beranggotakan I DG Suardhita dan Sri Wahyuni menyatakan sidang ditunda Senin depan dengan agenda tanggapan JPU atas eksepsi PH terdakwa.

Sementara itu, usai sidang terdakwa Nurkasih mendapat perlakuan istimewa dari petugas keamanan Kejari Blora. Tak seperti para tahanan lain yang langsung digiring masuk ruang tahanan, dia justru leluasa menyapa para koleganya yang hadir dalam sidang tersebut. Ironisnya, petugas keamanan dari Kejari Blora juga ikut bercengkerama dengan terdakwa.

Bahkan, terdakwa juga sempat makan siang di kantin belakang kompleks gedung PN Blora ditemani PH-nya, Tatik Sudaryanti. Padahal, para tahanan lain yang ingin ke kamar kecil saja harus mendapat pengawalan dari petugas.

Hal ini diakui salah satu pegawai PN Blora. Menurut petugas yang tak mau disebutkan namanya ini, petugas keamanan mestinya tidak membeda-bedakan tahanan. (dim)



[ Rabu, 08 Juli 2009 ]

Terdakwa Penipuan Divonis 1,5 Tahun

BLORA - Sumijan, terdakwa kasus penipuan dengan modus menjanjikan dapat menggali harta karun divonis 1,5 tahun oleh PN Blora.

Dalam putusan yang dibacakan hakim Joko Saptono, terdakwa dinilai terbukti melakukan tindak pidana yang didakwaakan JPU Suryadi. Yakni, melanggar pasal 378 KUHP tentang penggelapan. Selain menjatuhkan hukuman badan, majelis hakim juga memutuskan untuk mengembalikan barang bukti (BB) kepada korban.

Beberapa barang bukti yang dikembalikan kepada korban, antara lain patung Dewi Kwan Im, patung Semar, belasan perhiasan, miniatur kereta kencana, serta tongkat. Seluruhnya terbuat dari kuningan. Juga, ada sebuah sepeda motor Honda Megapro yang dibeli terdakwa dari uang hasil penipuan tersebut.

Atas putusan itu, terdakwa mengaku menerima vonis tersebut. Demikian juga dengan JPU Suryadi. Selanjutnya terdakwa diminta menandatangani berita acara putusan majelis hakim PN Blora. (dim)



[ Rabu, 08 Juli 2009 ]

Sekdes Tolak Pengembalian Tanah Bengkok

BLORA - Paguyuban Sekretaris Desa (Sekdes) Blora menolak permintaan Bupati Yudhi Sancoyo untuk mengembalikan tanah bengkok. Alasannya, permintaan itu tidak sesuai Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri tentang pengangkatan Sekdes menjadi PNS.

Sekretaris Desa Patalan Dartono mengatakan, permintaan bupati itu terutang dalam surat edaran tentang pemanfaatan tanah eksbengkok Sekdes yang telah diangkat menjadi PNS. Dalam surat itu, bupati meminta setiap Sekdes yang sudah menjadi PNS mengembalikan tanah bengkok kepada pemerintah desa. ''Bupati menentukan itu atas dasar permintaan para kepala desa yang tidak setuju Sekdes mendapat gaji dan tunjangan sebagai PNS, tetapi tetap mengelola tanah bengkok," kata Dartono.

Hal yang sama disampaikan Sekdes Tempuran Joko Triyono. Dia mengatakan, surat edaran itu bertentangan dengan surat keputusan (SK) Menteri Dalam Negeri tentang pengangkatan Sekdes menjadi PNS. SK itu merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang desa.

Menurut dia, pasal 27 Ayat 1 peraturan tersebut menyebutkan bahwa Sekdes yang berstatus sebagai PNS masih dapat mengelola tanah kas desa (bengkok) sampai ditetapkan ketentuan yang mengatur pengelolaan tanah bengkok. Ketentuan yang dimaksud adalah peraturan daerah.

"Di Magelang telah dibuat peraturan daerah tentang pengelolaan tanah bengkok. Sekdes yang menjadi PNS mendapat bagian 50 persen tanah bengkok," kata Joko sambil berharap bupati mau berdialog untuk membahas persoalan tersebut.

Sementara itu, Bupati Yudhi Sancoyo mengakui kebijakan itu dibuat atas dasar permintaan paguyuban kepala desa. Setelah dikaji lebih lanjut, permintaan itu logis karena Sekdes telah menerima gaji dan tunjangan sebagai PNS, sehingga tidak berhak mengelola tanah bengkok.

"Kalau Sekdes ingin berdialog, saya siap meluangkan waktu. Terkait apakah bertentangan dengan SK Mendagri dan peraturan pemeritah, saya akan melihat kembali keputusan itu," katanya. (ono)



[ Rabu, 08 Juli 2009 ]

Keliling Cek Kesiapan Pilpres

BLORA - Bupati Blora Yudhi Sancoyo kemarin sore berkeliling kecamatan untuk mengecek kesiapan pilpres yang dilaksanakan hari ini. Pengecekan tersebut dilakukan untuk memastikan semua persiapan untuk menggelar pilpres sudah tersedia. ''Kalau misalnya masih ada yang kurang, bisa segera dipenuhi,'' ujar Kadinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Blora, Dwi Santoso kemarin.

Kedatangan bupati ke daerah-daerah, kata dia, untuk melihat secara langsung kesiapan tersebut. Sehingga, bukan hanya menerima laporan saja.

Hari ini, bupati Blora juga dijadwalkan akan berkeliling lagi bersama pejabat muspida lainnya. Bupati berharap pelaksanaan pilpres benar-benar aman dan tertib. ''Besok (hari ini, Red) mulai jam 10.00, akan langsung terjun ke lapangan,'' kata dia.

Sementara, meski kemarin posisi logistik sudah sampai ke KPPS, namun masih ada keluhan dari tim sukses pasangan capres-cawapres ke panwaskab. Ketua Panwaskab Blora, Wahono mengaku menerima keluhan soal kotak suara. Dia menyebut, ada salah satu tim sukses yang meragukan isi kotak suara itu. Sebab, ketika dibawa sampai ke KPPS, kotak suara tersebut dalam posisi terkunci. Hanya, kunci yang mestinya tiga, ternyata hanya tinggal satu atau dua saja. ''Hal itu menurut tim sukses rawan,'' tuturnya.

Divisi Logistik KPUK Blora Arifin mengatakan, tidak ada anggaran untuk pengadaan gembok baru sehingga gembok lama yang dipakai. Soal ada gembok yang anak kuncinya hilang, dia juga mengakui. Hanya, saat diserahkan ke PPK, PPS, dan KPPS, gembok di kotak suara dalam posisi tersegel. ''Jadi, menurut kami tidak ada persoalan,'' tegasnya. (ono)


[ Rabu, 08 Juli 2009 ]

Mahalnya Biaya Masuk Sekolah Dimata Siswa Kurang Mampu

Nyaris Batal Masuk Sekolah Favorit karena Tak Mampu Bayar Biaya Masuk

Namanya Parantio Bagus Nugroho,15. Di sekolah asalnya, SMPN 1 Blora dia dikenal sebagai siswa berprestasi. Saat akan masuk SMAN 1 Blora, dia juga ranking 3 sesuai hasil tes. Namun, gara-gara mahalnya biaya masuk, dia nyaris gagal masuk SMA favorit tersebut.

SRI WIYONO,Blora

---

Kampung Dluwangan Kelurahan Kauman Kecamatan Blora kemarin sepi. Hanya jalanan kampung itu tampak lalu lalang kendaraan. Pagi kemarin koran ini mendatangi kampung tersebut untuk mencari rumah Parantio atau yang akrab disapa Tio. Ketika bertanya pada seseorang, kebetulan disamping orang yang ditanya koran ini adalah ibu bocah yang dicari. ''Kebetulan ini ibunya,'' ujar perempuan itu. ''Rumah saya di belakang, monggo. Ada keperluan apa,'' tanya ibu Tio bernama Rasmini,35.

Setelah koran ini mengutarakan niatnya, ibu tiga anak itu kemudian mulai bercerita mengenai perjuangannya sehingga bisa mendaftarkan anaknya di SMAN 1 Blora. Sekolah itu, memang salah satu sekolah favorit di Blora. Karena tahun ini sekolah tersebut akan naik status menjadi rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI), maka untuk masuk seorang calon siswa harus membayar jutaan rupiah.

Sayang, saat koran ini bertandang ke rumahnya, Tio sedang tidak berada di rumah. Menurut sang ibu, dia pergi ke SMAN 1 Blora sehingga hanya ayahnya Ikhsan Daryono,40 dan ibunya yang menemui. Rasmini menceritakan, dia hampir saja membatalkan anaknya bersekolah di sekolah favorit tersebut. Sebab, dia tidak kuat membayar biaya masuknya.

Memang, berdasarkan keterangan dari Kepala Sekolah SMAN 1 Blora Niyadi, biaya masuk yang wajib dibayar calon siswa RSBI sebesar Rp 2 juta. Selain itu, masih diminta untuk menyumbang uang sukarela dengan angka minimal Rp 1 juta. Hanya, beberapa kali Niyadi mengatakan kalau di bawah Rp 1 juta pun dia terima, jika siswanya berprestasi. ''Saya hampir saja membatalkan. Dan Tio juga menyadari sehingga dia pasrah,'' ungkapnya.

Namun, keadaan itu kemudin didengar oleh pihak SMPN 1, tempat di mana Tio bersekolah sebelumnya. Selain itu, Rasmini mengaku datang langsung ke kepala sekolah untuk minta keringanan. Akhirnya, Rasmini diberi keringanan tidak usah membayar uang suka relanya. Dia hanya dibebani membayar biaya wajib Rp 2 juta. ''Saya juga diberi waktu satu bulan. Dan itu yang akan saya bayar,'' tuturnya.

Dia mengatakan demi anak pertamanya itu, dia rela berjuang sampai datang ke SMAN 1 tersebut. Dia mengakui kondisinya memang kurang mampu. Karena suaminya juga hanya bekerja serabutan. Namun, dia ingin anaknya tetap sekolah.

Sementara Kasek SMAN 1 Blora Niyadi mengatakan, jika RSBI, sekolah yang dia pimpin akan mendapat dana dari pusat Rp 400 juta lebih. Selain untuk pengembangan sekolah dan peningkatan kualitasnya, juga disisihkan Rp 25 juta untuk beasiswa bagi siswa yang kurang mampu. Dana inilah yang sangat dimungkinkan bisa digunakan oleh Tio. ''Tapi tergantung nanti yang mengusulkan untuk dapat beasiswa berapa. Yang jelas ada beasiswa untuk siswa yang tidak mampu, namun berprestasi,'' terangnya. (*)


[ Rabu, 08 Juli 2009 ]

Dirikan Koperasi Guyub

BLORA - Gaji ke-13 yang sudah diterima para PNS di lingkungan Pemkab Blora beberapa waktu lalu diharapkan untuk tidak dihabiskan begitu saja. Karena itu, Sekkab Bambang Sulistya memelopori pendirian koperasi untuk para PNS di lingkungan sekretariat pemkab dan Dinas Kominfo. ''Namanya koperasi Guyub,'' ujar Kabag Humas dan Protokoler Hurip Indiani, kemarin.

Dia menyebut, modal awal koperasi itu berasal dari potongan gaji ke-13. Yakni, Rp 50 ribu sebagai simpanan pokok. Kemudian, dilanjutkan dengan simpanan wajib berdasarkan golongan PNS. Nilainya mulai Rp 10 ribu sampai Rp 50 per bulan. Diharapkan koperasi ini membuat kesejahteraan para PNS bisa meningkat.''Minimal uang gajinya yang diterima setiap bulan ada yang tersisa,'' kata dia.

Dinamakan koperasi Guyub, lanjut Hurip Indiani, dimaksudkan agar para PNS selalu bekerja dengan guyub atau bersatu. Dengan bersatu, kata dia, pekerjaan yang berat bisa menjadi lebih ringan karena dikerjakan secara bersama. (ono)

1 komentar: