Kekeringan di Blora makin parah
BLORA - Masuk Minggu ketiga November 2009, banyak sumur warga, waduk dan embung di Kabupaten Blora masih mengalami kekeringan. Bahkan kondisi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) setempat juga masih ngenes, karena air baku tidak ada.
Hasil pantauan Wawasan, Selasa (17/11), warga di desadesa Kecamatan Tunjungan, Kota Blora, Ngawen, Banjarejo, Jepon, Randublatung dan desa-desa di kecamatan lainnya mengaku kekurangan air, kendati wilayahnya telah beberapa kali diguyur hujan.
Suntoro, warga Desa Muraharjo, Kunduran, Blora, mengaku sumurnya tetap kering, sehinggadia harus membeli air satu truk tangki seharga Rp 170.000. Air itu diambil dari sumber di Bentolo. Sementara warga di Desa Klokah di kecamatan yang sama, membeli air dengan cara kelompok, rata-rata lima hari sekali.
Sutrisno, penduduk Karangmojo, Kecamatan Kunduran, Blora, juga masih harus mencari air malam hari untuk menghindari antrean. Jarak rumahnya dengan sumur di dekat Masjid Kota Kunduran sejauh dua kilometer.
Parah lagi dialami warga Desa Sukorame, Kecamatan Tunjungan, mereka harus jalan dan bersepeda onthel sejauh sekitar tiga kilometer untuk mendapatkan air di dalam Kota Blora, terbanyak antri di sumur masjid besar.
Bentolo
Sekilas sawah-sawah/tegalan penduduk memang mulai tampak agak hijau oleh jagung hibrida, serta jenis lain, itu karena dipupuk, disiram dan 2-3 kali turun hujan, namun sumur warga masih banyak yang kekeringan.
Pemkab selama ni hanya mengandalkan cara konvensional, droping air memakai tangki mobil. Sejauh ini tidak ada solusi dan cara mengatasinya, misalkan menarik pipa-pipa air dari sumber yang ada.
Direktur Utama (Dirut) Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), Eko Budhi Resetiawan, membenarkan sering menerima masukan dari masyarakat di wilayah Blora barat untuk dapat dilayani air dengan pipanisasi. Diakuinya kekeringan tahun ini terparah dan terpanjang dalam 10 tahun terakhir.
Menurutnya, untuk memenuhi harapan itu memang bisa, yakni dengan mengeksploitasi stok air baku melimpah sepanjang tahun di Waduk Bentolo, Todanan. Sumber lainnya seperti Waduk Tempuran, Waduk Greneng dan sungai-sungai kering sulit diandalkan.
"Kami sudah memberi masukan ke pemkab, namun sejauh ini sudah mulai melangkah membuat desein dan proposal membangun jaringan pipanisasi dari Bentolo," kata Kokok (Eko Budi Resitiawan).
Dengan dikelolanya Bentolo, lanjut dia, selain masyarakat Kota Blora bakal cukup air, desa-desa Blora barat bisa terlayani. Hanya saja untuk mewujudkannya, perlu dana Rp 22 miliar sampai Rp 25 miliar. K.9-ip
-------
LSM Tantang Dinas Pendidikan Blora Berdialog
Selasa, 17 November 2009 | 14:04 WIB
BLORA, KOMPAS - Sejumlah lembaga swadaya di Kabupaten Blora "gerah" dengan pernyataan pejabat di Dinas Pendidikan Blora yang menyebutkan ada anggota LSM yang melakukan "premanisme" dana alokasi khusus Kabupaten Blora 2009. Mereka menantang Forum Sekolah Penerima Bantuan dan Dinas Pendidikan Kabupaten Blora berdialog terbuka untuk membicarakan hal tersebut.
Ketua Aliansi Rakyat Antikorupsi (Arak) Kabupaten Blora, Kentut Prasetyo, Senin (16/11) di Blora, mengatakan, tidak semua LSM di Blora melakukan "premanisme" DAK 2009. Untuk itu, koalisi sejumlah LSM di Kabupaten Blora berencana mengklarifikasi dan memperjelas pernyataan yang menyudutkan LSM.
"Kami menantang Forum Sekolah Penerima Bantuan (FSPB) dan Dinas Pendidikan Kabupaten Blora berdialog tentang hal itu. Dalam dialog itu, kami berharap aparat Kepolisian Resor Blora, yang dimintai perlindungan FSPB, turut hadir, sehingga mengetahui duduk perkaranya," kata dia.
Direktur Blora Crisis Center Amien Farid menilai permohonan perlindungan FSPB kepada polisi dan Dinas Pendidikan Kabupaten Blora mengada-ada. Perlindungan itu menyiratkan seakan-akan terjadi sesuatu yang mengancam, padahal sebenarnya tidak ada.
"Kalau memang ada LSM yang terbukti melakukan 'premanisme' DAK 2009, buktikan. Sebut nama LSM itu, pelakunya, dan jumlah uang yang diterima," kata Khotibul Umam, Wakil Ketua Front Komunitas Indonesia Blora.
Pernyataan sejumlah LSM itu terkait permintaan perlindungan ratusan guru dan kepala sekolah yang tergabung dalam FSPB kepada Dinas Pendidikan dan Polres Blora, Jumat (6/11). FSPB merasa tidak aman lantaran didatangi oknum perorangan dan dari LSM tertentu yang meminta bagian DAK 2009.
Hal itu terjadi di SD Kedungjenar 01. Kepala SD Kedungjenar 01 Sukarmi, mengaku pernah didatangi tiga oknum dari sebuah LSM. Ketiga oknum LSM itu meminta terang-terangan uang DAK Rp 1,5 juta per orang (Kompas, 10/11).
Khotibul Umam mengaku mendatangi Kepala SD Kedungjenar 01 bersama rekannya. Tujuan kedatangannya untuk menginvestigasi dugaan pemotongan DAK 2009 sebesar 3 persen. Potongan itu akan diserahkan setiap sekolah penerima bantuan ke Dinas Pendidikan Kabupaten Blora.
"Strategi yang kami lakukan untuk membongkar atau memancing kebenaran itu adalah meminta bagian DAK Rp 1,5 juta. Tidak benar kami melakukan penetrasi layaknya preman. Untuk itu, kami akan menyomasi pejabat Dinas Pendidikan Kabupaten Blora yang menilai kami melakukan 'premanisme'," kata Umam. (HEN)
-------
Tidak ada komentar:
Posting Komentar