Kulanuwon
Kalau niatnya berdagang, mungkin rugi. Tapi, kalau niatnya mengabdi pada rakyat sesuai janjinya, sudah lebih dari cukup. Banyak lho, yang berjanji, gajinya untuk rakyat. Rakyat menunggu bukti, bukan janji. Jangan kecewakan rakyat untuk kali ke sekian.
Awalnya, saya sempat kagum dengan kiprah anggota dewan hasil pemilu pascareformasi. Apa saja yang dianggap tidak benar disoal.
Kalau mau jujur, setelah lebih 10 tahun reformasi nasib rakyat masih jauh dari baik. Sekolah yang katanya gratis, nyatanya masih banyak tarikan. Berobat juga tidak murah. Pupuk sulit diperoleh, kalau toh ada, harganya mahal.
Pengganguran tidak berkurang, bahkan PHK menghadang. Pak Amien Rais pernah menyampaikan saat pendirian Komite
Anggota dewan yang mestinya mengawal reformasi, menyelesaikan berbagai persoalan bangsa warisan Orde Baru, malah terlibat berbagai masalah. Selain korupsi berjamaah, tidak sedikit yang terlibat KDRT, pelecehan seksual/skandal seks.
Selain itu, gemar kunker, yang asal muasalnya adalah porsi eksekutif.
Pada awal reformasi, pemerintahan baru mengeluarkan berbagai persyaratan ketat untuk kunker sehingga tak terkesan menghamburkan uang negara. Dalam praktik, walau persyaratan sudah terpenuhi, bila anggota dewan tidak setuju, kunker bisa gagal. Untuk menyiasati, eksekutif (departemen/dinas/instansi yang akan kunker) mengajak serta komisi di dewan yang membidangi.
Perkembangan selanjutnya, dewan diberi kewenangan mengatur keuangan sendiri. Anggaran kunker dibuat makin besar dan makin besar saja.
Kalau anggota dewan kunker sebenarnya, dinas/instansi sesuai bidangnya biasanya ikut serta, dengan anggaran masing-masing. Eksekutif juga sering kunker, hanya jarang diekspos.
Anggaran kunker hampir pasti habis. Sisa ada, tapi tidak banyak. Di kalangan pejabat publik, ada kaidah tidak tertulis kalau anggaran tidak habis, dianggap tidak mampu membuat perencanaan.
Saya optimistis, anggota dewan mendatang dapat berbuat lebih baik dari hasil dua pemilu sebelumnya. Mengapa? Sekarang banyak muka baru, dengan gelar S1, S2, bahkan S3. Walau masih ada yang anggota dewan berijazah
Semua tahu, untuk jadi calon legislatif sudah keluar uang yang jumlahnya tidak sedikit. Kulakan terlebih dahulu. Sebut saja, memasang baliho di pinggir jalan, pasang iklan di media cetak/elektronik, bahkan membeli acara televisi. Belum lagi sumbangan untuk partai, mencetak brosur/stiker, membuat kaus atau memberi uang saku untuk calon pemilih.
Kondisi yang demikian tidak salah kalau kemudian banyak anggota dewan berpikir seperti pedagang. Tapi jangan lupa, pedagang juga harus siap rugi. Kalau tidak siap, akan menjadi anggota dewan yang menghalalkan segala cara untuk mendapat untung. Kalau tidak ada laporan dari masyarakat/LSM ke Kejaksaan atau ke KPK, tidak apa-apa. Kalau sebaliknya?
Jadi, anggota dewan sekarang sudah cukup enak. Gaji puluhan kali lipat dibanding UMR di Kota
Mau bertemu konstituen diberi tunjangan komunikasi yang tidak kecil jumlahnya. Pakaian satu tahunnya empat stel. Pada awal-awal menjabat dibuatkan satu stel PSL (pakaian sipil lengkap). Di akhir masa jabatan, masih ada pesangon. Pokoknya, mak syuuslah. Apa masih kurang?
Kalau niatnya berdagang, mungkin rugi. Tapi, kalau niatnya mengabdi pada rakyat sesuai janjinya, sudah lebih dari cukup. Banyak lho, yang berjanji, gajinya untuk rakyat.
Akhirnya Penulis hanya bias mengucap selamat bekerja. Rakyat menunggu bukti, bukan janji. Jangan kecewakan rakyat untuk kali ke sekian.
Semoga tulisan saya ini sebagai rambu para wakil rakyat kabupaten Blora, agar benar-benar bekerja untuk membangun Blora yang lebih baik sebelumnya. (Drs.Ec. Agung Budi Rustanto , Redaktur tabloid Suara Rakyat)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar