"AYAM MATI DI LUMBUNG PADI" IKUTI STOS FILM FESTIVAL 2010
Selasa, 5 Januari 2010 | 13:55 WIB
BLORA, KOMPAS - Film dokumenter berlatar bumi-manusia Blora "Ayam Mati di Lumbung Padi" bakal mengikuti South to South atau Stos Film Festival 2010, 22-24 Januari di Jakarta. Film garapan Button Ijo Production itu bersanding dengan film-film dokumenter lain yang menyoroti tentang kritik sosial dan lingkungan hidup dari daerah dan negara lain.
Selasa, 5 Januari 2010 | 13:55 WIB
BLORA, KOMPAS - Film dokumenter berlatar bumi-manusia Blora "Ayam Mati di Lumbung Padi" bakal mengikuti South to South atau Stos Film Festival 2010, 22-24 Januari di Jakarta. Film garapan Button Ijo Production itu bersanding dengan film-film dokumenter lain yang menyoroti tentang kritik sosial dan lingkungan hidup dari daerah dan negara lain.
Salah seorang produser "Ayam Mati di Lumbung Padi" Darwin Nugraha, Senin (4/1), di Blora mengatakan, Stos Film Festival 2010 adalah kompetisi film-film yang dikumpulkan dari berbagai negara selatan. Film itu terkait erat dengan kepedulian lingkungan, gender, keadilan, dan hak asasi manusia (HAM).
Film itu harus berkategori lingkungan mengenai keterkaitan hulu-hilir, kota-desa, dan produksi-konsumsi, atau cerita sukses pejuang lingkungan hidup dan keterkaitannya dengan isu HAM dan gender. Film itu juga dapat berupa video kampung soal suatu wilayah dan komunitasnya.
"Film kami berkompetisi dengan film-film berkategori hulu-hilir karena menggambarkan kehidupan dan perjuangan masya-rakat hulu. Film kami ditayangkan bersama film dokumenter negara-negara lain yang mengangkat tema penambangan," kata Darwin.
Dalam Festival Film Indonesia 2009, "Ayam Mati di Lumbung Padi" meraih Piala Citra kategori Film Dokumenter Panjang Terbaik. Film itu menyisihkan 38 film genre dokumenter dan mengalahkan lima film dokumenter lain yang masuk nominasi.
Film itu tentang perjuangan Indra, Lasno, dan Seno, warga Kelurahan Tempelan, Kecamatan Blora. Mereka kesulitan mencari kerja, pelayanan kesehatan yang baik, dan mendapat bantuan langsung tunai di negeri yang kaya akan sumber daya migas dan hutan.
"Orang seperti mereka kerap dilupakan pengambil kebijakan. Setiap pemilu, mereka menjadi korban aneka kampanye demi pemenangan seseorang atau kelompok. Kami ingin pengambil kebijakan menonton film dokumenter ini sehingga mereka peduli dan memberi solusi atas persoalan itu," kata Darwin.
Koordinator Komunitas Pasang Surut Eko Arifianto mengatakan, film itu mengusung tema dan kritik sosial yang pas dengan konteks Blora. Blora adalah salah satu kota penghasil minyak dan gas bumi yang terkenal dengan Blok Cepu.
"Hasil migas belum mengurangi pengangguran, kemiskinan, dan meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat," kata Eko. (HEN)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar